Pada postingan kali ini, saya ambil dari salah satu website tentang belitung, lihat sumber website di paragraf akhir. ini dia cerita kepuanan masyarakat belitung.
Petua lama Belitung yang akan saya bahas pada kesempatan kali ini adalah KEPUNAN. Saya rasa hampir seluruh masyarakat lokal Belitung tentunya mengetahui petua ini. Kepunan jika di artikan menurut versi saya adalah Celaka, akibat mengabaikan atau tidak mengindahkan saat di tawari makanan dan minuman. Jika anda ada definisi versi lain, silahkan tambahkan pada kolom komentar di bawah.
Disini,saya akan memberikan contoh dan sedikit gambaran melalui cerita pendek mengenai Kepunan ini, yang mungkin setelah ada membacanya, bisa lebih mudah memahami makna Kepunan ini.
Dalam cerita pendek ini, saya akan melibatkan tiga tokoh, yaitu Kulup Teling, Bujang Bongkai, Kulup Kapu-Kapu. Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita mohon di maafkan.
Alkisah,.Kulup Teling sedang bersantai sambil minum segelas kopi. Tak lama kemudian Bujang Bongkai datang menghampiri Kulup Teling. Dengan spontan si Kulup Teling menawarkan untuk bersantai, mengobrol sambil menikmati kopi bersamanya. Namun, karena Bujang Bongkai ada urusan yang mendadak dan penting, akhirnya dia menolak ajakan Kulup Teling dan segera pergi meninggalkannya. Tak lama kemudian Kulup Teling mendapatkan kabar dari Kulup Kapu-Kapu bahwa Bujang Bongkai mendapatkan musibah, masuk selokan di tepi jalan saat berusaha menghindari tabarakan dengan anjing yang melintasi jalan.
Nah dari cerita pendek di atas,celaka atau musibah yang menimpa Bujang Bongkai, menurut kepercayaan sebagaian masyarakat Belitung, disebut dengan Kepunan, atau lebih tepatnya Kepunan Kopi. Mengapa demikian ? karena Bujang Bongkai menolak tawaran Kulup Teling untuk minum kopi bersama nya.
Makanan dan Minuman yang di percaya oleh masyarkat Belitung, yang lebih mudah menyebabkan Kepunan ini adalah Nasi dan Kopi. Mengapa demikian? Menurut saya, Nasi dan Kopi tersebut adalah konsumsi pokok atau yang sering di konsumsi sehari-hari. Jadi ketika di tawari tidak boleh untuk menolaknya. Perlu di ketahui Kopi saat ini adalah minuman favorit dan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat Belitung.
Berdasarkan pengalaman ketika saya berdomisili di berbagai daerah di Pulau Belitung, rata-rata dari mereka masih mempercayai Kepunan ini. Contoh, ketika saya masih berdomisil di Kelapa Kampit, keluarga, dan kerabat saya masih mempercayainya. Selain itu, ketika saya berdomisili di badau, juga rata-rata dari keluarga dan kerabat saya juga mempercayainya. Begitu juga saat ini, berdomisili di Dusun Air Nangka Desa Balok, rata-rata keluarga dan teman saya, juga masih mempercayainya. Namun tentunya saya tidak mengatakan dan tidak memastikan bahwa semua masyarakat Belitung masih menerapkan dan memepercayainya.
Sebenarnya ada jurus pamungkas untuk menangkal Kepunan ini., yaitu dengan cara NGERASE atau sekedar NGENJAMA. Ngerase ini adalah mencicipi makanan,minuman saat di tawari sesorang. Sedangkan Ngenjama adalah memegang atau menyentuh makanan, minuman dengan ujung jari.
Selain dari kedua jurus pamungkas tersebut, masih ada satu jurus yang ingin saya turunkan kepada anda. Kayak sintogendeng dan wirosableng aja :D.Jurus yang satu ini saya dapatkan dari almarhumah nenek, ketika saya masih kecil. Waktu itu beliau berpesan kepada saya, apabila di tawari makanan atau minuman oleh seseorang, segeralah Ngerase ataupun sekedar Ngenjama. Jika kita memang tak bisa melakukan kedua hal tersebut, segera ucapkanlah / lafazkanlah kata PASNAN atau PASNAN 27 dan di akhiri dengan meludah.
Jadi jurus pamungkas ketiga untuk mengkal Kepunan itu adalah melafazkan atau mengucapkan kata PASNAN atau PASNAN 27. Sayangnya,waktu nenek saya berpesan, saya tidak menanyakan apa arti PASNAN dan PASNAN 27 itu. Maklum waktu itu saya masih kecil dan tidak begitu ingin mengatahui lebih jauh hal tersebut. Namun menurut saya, Pasnan dan Pasnan 27 itu adalah sebuah mantra untuk menangkal Kepunan yang telah di gunakan secara turun menurun.
Jadi kesimpulan nya, untuk menangkal Kepunan ini adalah,ketika sesorang menawari makanan dan minuman, kita harus memakan dan meminumnya. Namun karena sesuatu dan lain hal sehingga kita tidak bisa meminum dan memakan nya, segera untuk Ngerase ataupun sekedar Ngenjama. Dan jika kita juga tidak bisa untuk melakukan hal terebut, segera melafazkan kata Pasnan atau Pasnan27 dan di akhiri dengan meludah.
Sebagaimana yang telah saya jelaskan bahwa Kepunan adalah petuah lama atau kepercayaan bagi masyarkat Belitung. Jadi, bicara soal Kepunan ini, tentunya kembali kepada diri kita sendiri. Dalam hal ini, tentunya kita bebas untuk percaya maupun tidak.
Jujur,saya pribadi terkadang menerapkan terkadang juga tidak. Namun saya sudah pernah mengalami celaka atau musibah yang saya rasa akibat dari Kepunan, walaupun yang kita ketahui sebenarnya, bahwa musibah itu adalah kehendak dan telah di atur yang Maha Kuasa. Jadi sekali lagi, semuanya kembali kepada diri kita sendiri.
Sumber: jelajahbelitung.com
Fauzan Rishadi
15:48
New Google SEO
Bandung, IndonesiaSumber: jelajahbelitung.com
Kepunan dalam Budaya Masyarakat Belitung
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Saturday 19 April 2014
Buding adalah desa terdekat wilayah Kecamatan Kelapa Kampit,
berjarak sekitar 44 kilometer dari Tanjungpandan, ibu kota Kabupaten Belitung. Penduduk desa ini memiliki legenda “ kebanggaan “, Keramat Gadong.
berjarak sekitar 44 kilometer dari Tanjungpandan, ibu kota Kabupaten Belitung. Penduduk desa ini memiliki legenda “ kebanggaan “, Keramat Gadong.
Kisah ini terjadi jauh sebelum datang penjajah. Di saat jalan raya yang menghubungkan Tanjungpandan – Manggar ( seperti sekarang ini ) belum ada. Saat sebagian besar penduduk memilih tinggal di pedalaman untuk menghindarkan gangguan lanun yang suka merampok, serta menculik wanita dan anak-anak.
Di antara penduduk Belitung yang tinggal di pedalaman tersebut terdapatlah satu keluarga bermukim di sekitar daerah Buding mengarah ke Pering. Keluarga ini mengandalkan hidup dari hasil ladang, hingga mereka selalu berpindah-pindah mengikuti ladang yang di buka.Kepala keluarga itu bernama Kuman Manor. Ia memiliki seorang istri yang sedang mengandung anak keduanya dan seorang anak perempuan bernama Taila.
Hatta. Suatu hari, saat sedang musim mengetam padi, kubok ( kumpulan rumah di tengah perladangan / ume,red.) Kuman Manor di datangi serombongan lanun di bawah pimpinan Panglima Usup. Mereka datang melalui Pantai Pering, bermaksud merampok dan berbuat apa saja yang menurut mereka baik.
Tapi kedatangan kelompok lanun ini ke kubok Kuman Manor nampaknya tak sesuai harapan semula. Mereka tidak bisa berbuat sekehendak hati terhadap penduduk di kubok itu, karena Kuman Manor adalah orang yang tidak gampang di taklukkan. Hingga terjadilah perang tanding mengandalkan pedang, tombak, keris, petumang, dan lain-lain senjata antara para lanun pimpinan Panglima Usup melawan penduduk kubok Kuman Manor.
Dalam perang tanding itu satu demi satu lanun tewas di tangan Kuman Manor. Sedang dia sendiri jangankan luka, tergorespun tidak. Perang tanding ini di akhiri dengan menyerahnya Panglima Usup dalam kondisi sangat kritis dengan luka parah di sekujur tubuh. Oleh Kuman Manor, Panglima Usup yang sudah menyerah dengan luka parah itu bukan nya di bunuh, malah di bawanya kerumah untuk di obati.
Berhari-hari setelah diobati Panglima Usup dan kebetulan yang sehari-harinya tinggal di rumah Kuman Manor berangsur sembuh. Kebaikan keluarga ini rupanya telah membuat hati Panglima Usup tergugah. Hingga ia kemudian menganggap Kuman Manor sebagai orang tua sendiri. Sementara Kuman Manor yang belum memiliki anak laki-laki juga tak keberatan mengangkatnya sebagai anaknya.
Sesudah berbulan-bulan berdiam di rumah Kuman Manor, timbul keinginan Panglima Usup untuk berlayar. Keinginan itu ia utarakan kepada ayah dan ibu angkatnya yang kemudian tidak keberatan mengabulkan permintaan tersebut. Oleh ibu angkatnya dimasaklah berbagai macam makanan untuk sangu ( bekal,red ) selama dalam pelayaran. Keesokan harinya, diantara kedua orang tua angkatnya,Panglima Usup berangkat dari Pantai Pering, Ia menggunakan perahu yang dulu di gunakan untuk merompak, berangkat ke laut lepas menuju pulau Daek.
Selang beberapa kemudian, Panglima Usup yang sudah mempunyai anak buah para lanun lagi, datang menemui Kuman Manor. Bukan untuk merampok,melainkan bersilaturahmi kepada orang tua angkatnya. Untuk kedua orang tua dan adik angkatnya Panglima Usup membawa banyak sekali oleh-oleh, hingga ia di sambut dengan penuh suka cita oleh Kuman Manor. Setelah kedatangan itu, berulangkali Panglima Usup datang dan pergi menemui kerluarga Kuman Manor. Dan setiap kali Panglima Usup datang selalu disambut dengan makanan kesukaannya, kukus.
Alkisah, pada suatu hari yang seharusnya menjadi waktu kedatangan Panglima Usup, ia tidak datang. Hingga ibu angkatnya khawatir dan gelisah, kalau-kalau terjadi sesuatu dengannya. Berbeda dengan istrinya, Kuman Manor tak khawatir sedikitpun. Ia malah berfikir suatu waktu Panglima Usup pasti akan datang kembali bukan untuk bersilaturahmi, tetapi membalas dendam. Pikiran itu terus menerus berkecamuk di hati Kuman Manor.
Merasa waktu kedatangan sudah dekat, istri Kuman Manor menyiapkan berbagai makanan untuk menyambut kedatangan Panglima Usup. Sementara itu Kuman Manor tidak mau menyambut Panglima usup. Hingga membuat istrinya, yang sedang bersusah payah menyiapkan makanan, marah. Karena itulah, setelah berfikir sejenak, Kuman Manor memutuskan akan berangkat besok pagi-pagi sebelum terbang lalat bersama isrinya. Ia juga minta istrinya memasak nasi ketan.
Esok harinya, setelah subuh, mereka berangkat. Namun, sepanjang perjalanan perasaan yang mengganjal fikiran Kuman Manor terus berkecamuk, sehingga ia mengurungkan niat melanjutkan sisa perjalanan. Mengingat pula ketika itu istrinya sedang hamil tua. Beliau khawatir akan terjadi sesuatu yang tak beres. Namun,atas desakan istrinya,walau berat hati, mereka tetap meneruskan perjalanan.
Singkat cerita begitu Kuman Manor sampai di pinggir Pantai Pering, tampak perahu lanun tengah berlayar mengarah ke pantai. Dugaan bahwa Panglima Usup yang dulu mengaku sebagai anak angkatnya akan melakukan balas dendam nampaknya akan segera terbukti.Dan hal betul-betul terbukti, ketika setelah dekat pantai perahu-perahu lanun mengepung Kuman Manor dari segala penjuru.
Melihat Kuman Manor sudah terkepung, Panglima Usup tak mau menyiakan kesempatan yang telah lama ia rencanakan itu. Begitu Kuman Manor telah betul-betul terpojok, ia langsung menyerang dari segala penjuru. Kuman Manor berusaha mempertahankan diri dari serangan ganas para lanun tersebut. Tapi,walau ia seorang yang tangkas dan sakti atau mungkin ajal sudah dekat, akhirnya tertangkap dan di bawa masuk ke perahu.
Di atas perahu itulah kelompok lanun mengeroyok Kuman Manor habis-habisan. Nah,dalam pengeroyokan itu Kuman Manor meminta agar istrinya dibebaskan karena sedang hamil tua. Perimintaan itu di turuti Panglima Usup.
Setelah menurunkan istri Kuman Manor, tanpa perikemanusiaan Panglima Usup memotong leher Kuman Manor hingga hampir putus. Setelah itu ia berteriak,” Mulai sekarang habislah panglima daratan Pulau Belitung.” Sekejap kemudian ia pun melemparkan Kuman Manor yang telah diikat dengan leher hampir putus ke laut.
Tapi, sebuah keajaiban terjadi. Tubuh Kuman Manor yang telah terikat dengan leher hampir putus terlihat menggeliat dan berteriak,” aku ndak mati,naikan agik aku ke perahu.” Terkejut dengan teriakan itu,segera anak buah Panglima Usup menaikan kembali tubuh Kuman Manor ke atas perahu. Sesampai di atas perahu Panglima Usup langsung menebas perut Kuman Manor hingga isi perutnya terburai keluar. Setelah itu,kembali Panglima Usup melemparkan tubuh Kuman Manor ke laut.
Dan,untuk yang kedua kalinya,keajaiban terjadi. Tubuh Kuman Manor kembali menggelepar dan berteriak.” Aku ndak mati. Tapi mun benar mikak nak muno aku, naikan aku ke perahu, lalu mikak cabut kuku induk jari kaki kanan aku.”
Oleh para lanun, Kuman Manor segera dinaikan lagi ke perahu dan langsung mencabut kuku induk jari kaki kanan nya. Setelah memastikan Kuman Manor betul-betul tewas, mayatnya di lemparkan kembali ke laut. Setelah itulah baru mayat Kuman Manor terkubur di laut.
Tak lama berselang setelah Kuman Manor terbunuh, istrinya melahirkan anak keduanya, seorang bayi laki-laki, yang kemudian hari di kenal sebagai Keramat Gadong.
Berselang 15 tahun, Keramat Gadong tumbuh besar dan mulai tahu tentang arti ayah-ibu. Karena tak pernah bertemu, ia pun bertanya hal ihwal ayahnya. Oleh ibunya ia selalu mendapatkan jawaban kurang jelas. Setelah dewasa,bahkan ibunya tak juga memberikan jawaban pasti mengenai keberadaan ayahnya.
Penasaran dengan keberadaan sang ayah, Keramat Gadong pun lalu bertanya kepada Makciknya, Yak Linong.
“ Kemane la Bapak aku ne Cik, kiape bentuk badan belau to,” Tanya Keramat Gadong.
Yak Linong menjawab,” Bapak kau to gede badannye, tapi belau la mati debuno Panglima Usup, urang Daek.”
“ Aku nak beliaten ken Bapak,” Lanjut Keramat Gadong.
“ Kiape kau nak beliaten ken belau, kaluk la mati,” Jawab Yak Linong.
“ Tapi, aku nak beliaten, suat munggak’e “ Desak Keramat Gadong lagi.
Di desak demikian,Yak Linong pun menjawab seadanya,” Mun kau nak beliaten kan Bapak kau, kau harus betarak antare Aik Buding kan Aik Linggang.Lalu kau harus mawak sangu tujo ikok ketupat.”
Setelah mendapat keterangan Yak Linong,esok harinya Keramat Gadong meminta ibunya menyiapkan tujuh ketupat untuk sangu.
Di malam pertama betarak, Keramat Gadong makan satu ketupat,tapi ia belum juga bertemu ayahnya.Begitu juga dengan ketupat kedua,ketiga hingga keenam.
Pada malam ketujuh,ketupat terakhir ia makan.Begitu ketupatnya habis,ia memohon kepada yang Kuasa agar dapat bertemu roh ayahnya.Setelah beberapa waktu tepekur,ia pun tertidur nyenyak.Dalam tidur itu lah ia bermimpi bertemu arwah ayahnya sambil berujar , “ Kau ndak akan betemu ken aku,karene aku la de alam lain.Tapi,ape kehendak kau akan ku kabulkan.”
Dalam mimpi itu,Keramat Gadong tidak meminta apa-apa dari roh ayahnya,kecuali mau menuntut balas atas kematiannya.Karena itu roh ayahnya langsung berujar,” Baikla mun kitu se,karene aku di alam lain,kau de alam lain,mun kau nak ngelanggar tana Daek,sape la aku.Sebab aku duluk e mati de tangan Panglima Usup urang Daek.”
Setelah itu Keramat Gadong bersumpah,”Setiap keturunan Keramat Gadong dak kuang bekawan kan urang Daek.Karene mun bekawan,kawan itu la nok kan ngembuno kamek.” Keramat Gadong juga berpesan kepada anak cucu nya kelak,” Mun keturunan aku ade ape-ape umpamenye kesusahan dan sebagainye,tunu kemenyan,panggil name aku,pasti aku datang.”
Begitu kisah pertemuan Keramat Gadong dengan roh ayahnya.Setelah pertemuan itu, Keramat Gadong tinggal berpindah-pindah di hutan antara Buding – Penirukan.Sehari-hari ia berladang sambil menyebarkan agama Islam.Dalam syiarnya, Keramat Gadong memiliki bekal kesaktian di cincang tak mempan,di rendam tidak mati dan di baker tidak di makan api serta berani menghadapi tantangan selalu menggunakan senjata andalan.Di antaranya tombak,pedang,dan dua buah petunangan.Sementara kakaknya,Taila berkeluarga dengan orang Langkang,yang kemudian di temukan penginggalan Keramat Gadong.
Hingga tahun 1986-an senjata penginggalan Keramat Gadong masih di pelihara keturunan nya,Pak Kadir,berupa tirok dan sebuah pedang.Benda penginggalan tersebut,oleh Belanda pernah di minta disimpan di Museum Tanjungpandan Belitung .Tapi,benda-benda itu tak lama di simpan di Museum,sebab tak boleh di bawa kemana-mana,ia harus dipelihara oleh keturunan nya.Benda warisan itu masih mempunyai kekuatan magis,semisal untuk tangkal dan pengobatan.
Tentang akhir riwayat Keramat Gadong,beliau menginggal dunia tidak terkubur dan raib menjelang subuh.
Pada malam beliau raib, Keramat Gadong mengumplkan semua anak cucunya di kubok di tengah ume.Kira-kira menjelang Subuh,salah satu cucunya mengingatkan,” Be kakik tek ngape lum debangunek,arine la siang,la kan subo.” Karena waktu subuh sudah masuk,cucunya menyibakan kelambu tempat Keramat Gadong tidur sendiri,tanpa di temani istrinya.Tapi apa yang di temukan kemudian,hanya sebuah bantal guling yang di tutupi kain.Setelah kain penutup di buka,ternyata Keramat Gadong tak ada di dalam.Ia raib,hingga yang di kuburkan oleh keluarganya hanyalah bantal guling yang di temukan di dalam kelambu.
Kuburan bantal guling itu sendiri terletak di Pering,yang kemudian menjadi tempat orang bernazar.
Semasa hidupnya,beliau pernah menanam racun di Aik Tembako,yang terletak kea rah menuju Laut Sandong.Aik Tembako ini ketika sedang musim kemarau tidak boleh di ambil,karena mengandung racun yang memabukan.Konon,racun itu di tanam beliau sebagai salah satu strategi untuk mematikan para lanun yang suka mengambil air di tempat tersebut.Hingga begitu para lanun itu meminum air tersebut,maka akan matilah mereka.
Sebagaimana informasi pada cerita di atas,bahwa makam Keramat Gadong berada di sekitar Pering. Dan menurut informasi dari salah satu sumber yang di temui crew jelajahbelitung, keberadaan makam Keramat Gadong memang berada di sekitar Laut Pering dan Desa Penirukan.Mungkin pada lain kesempatan kami akan menelusuri lokasi tersebut,dan mengambil data gambar makam Keramat Gadong untuk menambah bukti kan sejarah tersebut.
Sumber Cerita Hikayat Keramat Gadong ini berasal dari Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib
Fauzan Rishadi
15:08
New Google SEO
Bandung, IndonesiaGerhana Bulan |
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gerhana bulan total akan terjadi pada 15 April 2014. Namun sayang fenomena alam itu tak bisa disaksikan langsung di Pulau Belitung.
"Gerhana ini dapat diamati dari wilayah Indonesia kecuali Jawa bagian barat, Kalimantan bagian barat dan Sumatera," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di Jakarta, Jumat (11/4/2014).
Seperti yang dilansir sejumlah media, gerhana bulan pada pertengahan April ini akan disuguhkan pemandangan lain. Pasalnya, bulan akan tampak berwarna merah sebelum waktu tengah malam.
Kondisi ini oleh sebagian pihak disebut bulan berdarah (blood moon). Namun para astronom lebih sering menggunakan istilah Hunter's Moon untuk menyebut kondisi bulan berwarna merah.
Kebudayaan Belitong juga ikut memperhatikan perubahan warna bulan ini. Pemerhati Budaya Belitong Yudha mengatakan, bulan tersebut dikenal dengan istilah "bulan sakit".
"Zaman dulu biasanya ada ritual membuat bunyi ingar bingar pakai calong, panci, dan lain-lain, katanya saat itu bulan akan dilahap siluman antu gede, jadi bulan diselamatkan dari ancaman penelanan itu dengan bunyi-bunyian dari Bumi," kata Yudha kepada Pos Belitung.
Dalam kebudayaan Belitong juga dikenal istilah bulan rayak. Selain sering dikaitkan dengan penyakit, bulan rayak juga digunakan dalam bidang kelautan dan kehutanan.
Pegiat Budaya Belitong Fithrorozi mengatakan bulan rayak dijadikan indikator untuk mengukur pasang surut air laut. Bulan rayak juga dikaitkan dengan mitos 'antu berasuk' (Hantu Berasuk-red) dalam perburuan pelandok (kancil) ala tradisional Belitong.
Mitos ini dimunculkan oleh para sesepuh zaman dulu setelah memperhatikan adanya kaitan antara bulan dan pelandok.Bulan rayak diyakini menjadi waktu bagi pelandok untuk berkembang biak.
Di waktu tersebut pelandok akan berkumpul untuk melangsungkan perkawinan. Berkumpulnya pelandok membuat posisinya menjadi lebih mudah diburu.
Hal ini kemudian dikhawatirkan akan mengganggu populasi pelandok di
hutan. "Antu Berasuk ini bentuk kearifan lokal untuk ngelindungi pelandok
jangan sampai diburu abis. Karena di bulan rayak gampang mencari
pelandok. Pada bulan Rayak, pohon juga sedang berkembang biak. Karena
itu kayu yang di tebang di bulan rayak gampang bubokan,” kata
Fihtrorozi.
BMKG menyatakan gerhana bulan total akan terjadi pada 15 April 2014. "Gerhana ini dapat diamati dari wilayah Indonesia kecuali Jawa bagian barat, Kalimantan bagian barat dan Sumatera," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di Jakarta.
Menurut dia, wilayah Indonesia hanya dapat mengamati bagian akhir dari proses gerhana bulan tersebut.
Pada gerhana bulan total, bulan akan tepat berada pada daerah umbra, yaitu bayangan inti yang berada dibagian tengah sangat gelap pada saat gerhana bulan.
Gerhana bulan total, menurut dia, juga akan bisa diamati dari Afrika bagian barat, Eropa bagian barat dan Samudera Atlantik saat bulan sedang terbenam. Seluruh proses gerhana akan dapat diamati dari Amerika Selatan bagian barat dan Amerika Utara serta Samudera Pasifik bagian timur.
Proses gerhana pada saat bulan terbit dapat diamati di Samudera Pasifik bagian barat, Australia dan Asia bagian timur. Namun keseluruhan proses gerhana tidak dapat diamati dari daerah Asia, Afrika bagian timur dan Eropa bagian timur.
Gerhana diperkirakan terjadi empat kali selama 2014 yaitu gerhana bulan total pada 15 April, gerhana matahari cincin pada 29 April, gerhana bulan total pada 8 Oktober dan gerhana matahari sebagian pada 23 Oktober 2014.
Fauzan Rishadi
00:33
New Google SEO
Bandung, IndonesiaCerita tentang "Bulan Berdarah" Dan Budaya Belitong
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Wednesday 16 April 2014
Kecalo dalam kemasan |
Mungkin sebagian besar masyarakat bangka mengenla yang namanya "Kecalo", tapi sebagian lagi mungkin asing dengan makan ini. yaa, Kecalo merupakan salah satu makanan khas bangka. Jika anda mengetahui rusep, kecalo juga seperti itu, yaitu makanan yang dibuat dengan cara fermentasi, cuma bedanya kalo rusep bahan dasarnya adalah ikan bilis, tetapi kecalo bahan dasarnya adalah udang rebon.
Kecalo atau calo adalah udang rebon yang difermentasikan. Kecalo ini dimakan seperti fungsi sambel atau cocolan sayur-sayuran sebagai lalapan. Kecalo memiliki rasa yang cukup asin, juga bisa ditambahkan saat menggoreng telur kocok.
Banyak orang yang tidak mau makan kecalo karena aromaya yang menyengat, sama seperti rusep, banyak yang juga tidak menyukainya tetapi banyak juga yang menyukainya. Pembuatan kecalo sama seperti pembuatan rusep, yaitu dengan cara mencampurkan garam pada udang rebon yang masih segar, setelah itu dipermentasi sampai teksturnya lebih halus. Karena masyarakat bangka dominan dengan makanan khas laut, jadi kecal merupakan salah satu makanan khas bangka yang bahan dasarnya adalah dari udang rebon segar dari laut.
Kecalo ini biasa dihidangkan keluarga-keluarga di bangka sebagai temannya lalapan, biasanya kecalo ditambahkan dengan cabe rawit, bawang merah yang banyak sehingga memberikan rasa yang pedas dengan perpaduan rasa asin. memikirkannya saja menjadi ngiler ingin makan bersama-sama keluarga di rumah.
Fauzan Rishadi
00:55
New Google SEO
Bandung, IndonesiaKecalo Makanan Khas Bangka Olahan Udang
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Saturday 12 April 2014
Laporan Wartawan Bangka Pos, Wahyu K 11 Januari 2014
UNESCO pada 2011 menyebut terdapat 15 bahasa daerah di Indonesia yang telah telah punah. Dalam waktu yang tidak lama, Belitung kemungkinan akan menyumbang satu atau dua bahasa untuk menggenapi kepunahan tersebut.
“Selamat detang di Negrik Laskar Pelangek. Akuk mengewakilnyak derik Sukuk Sawang ngucapnyak terima kasih ke iko, semuak usak ade masala akuk ngucapla selamat semuak nyaman iko bejelan,”
Inilah Bahasa Suku Sawang yang artinya, ‘Selamat datang di Negeri Laskar Pelangi. Saya mewakili Suku Sawang mengucapkan terima kasih, semoga perjalanan anda selamat dan menyenangkan’.
Kalimat ini dituturkan langsung oleh Senati (55) ketika Pos Belitung memintanya mencontohkan kata sambutan dalam Bahasa Sawang untuk menyambut kedatangan wisatawan.
Saniati yang akrab disapa Mak Tatong merupakan generasi asli dari Suku Sawang yang masih menggunakan Bahasa Laut. Ia biasa menggunakan bahasa tersebut dalam aktivitas sehari-hari di lingkungan keluarga.
Namun semakin hari Bahasa Laut Suku Sawang hampir jarang digunakan oleh para generasi muda. Bahkan cucu-cucu Saniati tidak lagi menggunakan bahasa tersebut ketika berkomunikasi di lingkungan keluarga.
Jadi bukan hal aneh lagi dalam rumah Saniati, pertanyaan dalam Bahasa Laut dijawab dengan Bahasa Melayu Belitong. Para generasi muda Suku Sawang pada dasarnya paham, tapi tidak bisa menuturkan bahasa laut dengan baik.
“Die (cucu) cuma mendengar, aku cakap laut die cakap melayu, nah gitu, die dak nak cakap laut” kata Saniati kepada Pos Belitung, Jumat (10/1) sore.
Saniati tidak bisa memastikan apa penyebab para generasi muda semakin sulit untuk menuturkan bahasa laut dalam pergaulan sehari-hari. Ia hanya bisa menduga-duga beberapa kemungkinan. Di antaranya karena perkawinan campuran antara anak Suku Sawang dengan Melayu Belitong.
Pergaulan sehari-sehari di sekolah dan lingkungan bermain juga diprediksi oleh Saniati telah membuat anak Suku Sawang secara tidak sadar malu menjaga kelangsungan bahasanya sendiri.
Sejauh ini tidak ada usaha khusus dari para sesepuh Suku Sawang untuk mengajarkan Bahasa Laut kepada generasi muda. Menurut Saniati, Bahasa Laut tidak akan hilang selama para orang tua tetap memperdengarkannya kepada anak-anak.
“Biar mereka tidak mau bicara bahasa laut, tapi kami tetap pakai bahasa laut, nanti dia akan belajar sendiri, dak perlu diajari,” kata Saniati.
Kecerdasan Suku Sawang dalam mempelajari bahasa bisa dilihat dari kemampuan mereka berkomunikasi dengan Bahasa Melayu Belitong. Semua mereka pelajari secara otodidak dalam pergaulan sehari-hari.
Rasanya hampir sulit mengindentifikasi Saniati sebagai Orang Laut ketika ia berbicara dengan Bahasa Melayu Belitong. Menurut Saniati, kecepatan mengadopsi bahasa luar hampir dimiliki oleh semua orang Suku Sawang.
“Kakik (Suami), malah bisa berbahasa Inggris walau tidak tamat SD, dia biasa bawa orang-orang kapal berbelanja ke pasar,” kata Saniati.
Hampir Punah
Keberlangsungan Bahasa Laut memang tampaknya masih memiliki harapan. Namun, bahasa lain yang juga ada di Desa Juru Sebarang saat ini tinggal menunggu waktu menuju ambang kepunahan.
Bahasa itu disebut dengan Bahasa Juru. Bahasa ini digunakan oleh Orang Juru yakni para penghuni lama Kampung Juru Sebarang.
Musa Mustafa (61) adalah satu dari sedikit generasi asli Orang Juru yang bermukim di Desa Juru Seberang. Menurut dia, nenek moyang Orang Juru semula berasal dar Johor di semenanjung Malaysia.
Sepintas, Bahasa Orang Juru terdengar hampir sama dengan Bahasa Laut. Namun setelah didengar dengan seksama, kedua bahasa itu sesungguhnya memang berbeda.
Kondisi ini membuat kebanyakan orang sering salah mengenali Orang Juru dengan Orang Laut Suku Sawang. Padahal, keduanya merupakan dua kelompok masyarakat yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula.
Pada masa orang tua Musa dulu, Bahasa Juru masih sering digunakan di lingkungan keluarga dan sesama Orang Juru. Namun belakangan, bahasa itu sudah ditinggalkan dan nyaris tidak terdengar lagi di Desa Juru Seberang.
“Tidak ada lagi yang tahu, kemungkinan tidak sampai 10 orang yang bisa Bahasa Juru, mungkin setelah saya meninggal, kerabat dan beberapa orang tua di atas kami sudah meninggal, habislah bahasa itu, bahasa kami ini mungkin hanya bisa dimengerti, tapi tidak ada lagi yang menggunakannya,” kata Musa kepada Pos Belitung, Kamis (9/1) sore.
Banyak faktor yang menyebabkan Bahasa Juru semakin ditinggalkan generasinya sendiri. Perpindahan penduduk, perkawinan campuran, dan pengaruh masa lalu.
Menurut Musa, masa lalu Orang Juru dipenuhi dengan ancaman. Dari cerita turun temurun, nenek moyang mereka dulu mengembara ke lautan atas perintah Punggawa Johor untuk mencari ‘sesuatu’ yang dibutuhkan dalam prosesi perkawinan Putri Raja.
Orang Juru ini tidak diperkenankan pulang jika ‘sesuatu’ tersebut tidak bisa ditemukan. Ancamanannya tidak main-main, siapa yang pulang tanpa membawa hasil maka mereka akan dibunuh.
Gagal menunaikan tugas, akhirnya membuat Orang Juru memilih menetap di Belitung. Mereka sebisa mungkin menutup-nutupi keberadaannya di Belitung agar tidak ketahuan oleh Johor.
Dengan sikap seperti itu, Musa mengatakan citra Orang Juru menjadi buruk di mata sebagian penduduk Kota Tanjungpandan. Tak jarang ada selentingan, anak-anak orang kota di larang bergaul dengan anak-anak Orang Juru lantaran mereka disebut sebagai orang buangan.
Citra itu membuat generasi di era Musa terkadang merasa malu menggunakan Bahasa Juru. Namun belakangan, Musa menyadari mereka dulu seharusnya tidak perlu merasa malu menggunakan bahasa tersebut.
“Orang-orang tua kami dulu tetap pakai Bahasa Juru walau di Kota, tapi kami tidak, sekarang baru tahu, kalau bahasa itu sebenrnya adalah bagian dari kebudayaan dan perlu kita jaga,” kata Musa.
Penelantaran Bahasa
National Geographic Indonesia Edisi Juli 2012 melansir penduduk bumi yang 7000 miliar menggunakan sekitar 7000 bahasa, jika dibagi rata setiap bahasa setidaknya memiliki sejuta penutur.
Namun kenyataannya, 78 persen populasi dunia menggunakan 85 bahasa terbesar. Bahasa Inggris digunakan 328 juta orang sebagai bahasa utama, dan Mandarin 845 juta.
Ketika pergantian abad nanti, menurut ahli bahasa, hampir setengah dari bahasa di dunia saat ini mungkin punah. Lebih dari 1000 yang dinyatakan kritis atau sangat genting.
Ancaman kepunahan bahasa perlu mendapat perhatian. Sebab, kepunahan bahasa sama dengan kepunahan peradaban manusia secara keseluruhan.
Menurut penelitian, di Indonesia ada 169 bahasa etnis/daerah yang terancam punah. Hal ini yang kemudian menjadi fokus dalam seminar “Pengembangan dan perlindungan bahasa, kebudayaan etnik minoritas untuk penguatan bangsa,” Kamis (15/12/2011) di LIPI Jakarta.
Dalam seminar itu disebutkan ada empat sebab kepunahan bahasa etnis. Pertama, para penuturnya berfikir tentang dirinya sebagai inferior secara sosial.
Kedua, keterikatan pada masa lalu, ketiga sisi tradisional, dan terakhir secara ekonomi ekonomi kehidupannya stagnan.
“Keempat sebab ini disebut oleh sejumlah linguis sebagai proses ‘penelantaran bahasa’,” kata Drs.Abdul Rachman Patji dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI.
Di luar itu, ada faktor urbanisasi dan perkawinan antar etnis. Urbanisasi berpengaruh karena jika dua orang dari daerah pindah ke kota besar atau ibukota, maka dalam berinteraksi dengan etnis lain bahasa etnisnya cendrung ditinggalkan.
“Penyebab utama kepunahan bahasa pun karena para orang tua tidak lagi mengajarkan kepada anak-anaknya bahasa ibu mereka dan mereka juga tidak secara aktif menggunakannya di rumah atau di dalam berbagai ranah komunikasi,” kata Abdul
Secara lebih luas, menurut Abdul, faktor-faktor yang mempercepat kepunahan bahasa juga datang dari kebijakan pemerintah dan penggunaan bahasa dalam pendidikan serta tekanan bahasa dominan dalam suatu masyarakat multi bahasa yang berdampingan.(*)
Perlu Pendokumentasian
Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa, Badan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Sugiyono memberikan perhatian sejak lama pada ancaman kepunahan bahasa daera. Hal itu ia ungkapkan dalam artikelnya yang dimuat di website Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, 19/3/2013
Menurut dia, khazanah bahasa dan sastra di Indonesia sangat beragam, tapi sebagian besar dari keberagaman itu berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Beberapa bahasa memang masih tergolong dalam posisi aman, tetapi tidak sedikit bahasa yang dalam posisi terancam, hampir punah, atau bahkan telah punah.
Dasar hukum yang melandasi kebijakan penanganan bahasa dan sastra daerah telah ditetapkan, baik dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang nomor 24 tahun 2009. Keduanya mencerminkan kemauan politik pemerintah yang nyata, tetapi realisasi upaya pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa dan sastra daerah belum optimal.
Dalam rangka optimalisasi, beberapa provinsi telah melahirkan perda, demikian juga beberapa kementrian. Akan tetapi, optimalisasi upaya pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa daerah belum dilakukan dalam batas-batas yang seharusnya.
Menurut UNESCO, seperti yang tertuang dalam Atlas of the World’s Language in Danger of Disappearing, di Indonesia terdapat lebih dari 640 bahasa daerah (2001:40). Dari jumlah tersebut terdapat kurang lebih 154 bahasa yang harus diperhatikan, yaitu sekitar 139 bahasa terancam punah dan 15 bahasa yang benar-benar telah mati. Bahasa yang telah punah berada di Maluku (11 bahasa), Papua Barat, Kepulauan Halmahera, Sulawesi, serta Sumatera (masing-masing 1 bahasa).
Upaya pengembangan, pembinaan, dan pelestarian bahasa dilakukan terhadap obyek wisata dan sastra berdasarkan kondisi atau vitalitasnya. Pada 2002 dan 2003, UNESCO dengan bantuan kelompok linguis internasional menetapkan kerangka untuk menentukan vitalitas (kemampuan untuk bertahan) bahasa untuk membantu pemerintah membuat kebijakan penanganan bahasa di negaranya.
Kelompok itu menetapkan Sembilan criteria untuk mengukur vitalitas bahasa. Antara lain, jumlah penutur, proporsi penutur dalam populasi total, ketersediaan bahan ajar, respons bahasa terhadap media baru, tipe dan kualitas dokumentasi, sikap bahasa dan kebijakan pemerintah dan institusi, peralihan ranah penggunaan bahasa, sikap angggota komunitas terhadap bahasanya, serta transmisi antar generasi.
Berdasarkan kriteria itu, vitalitas bahasa digolongkan menjadi enam kelompok.
- Pertama, bahasa yang punah (extinct languages) yakni bahasa tanpa penutur lagi.
- Kedua, bahasa yang hampir punah (nearly extinct languages), yakni bahasa dengan sebanyak-banyaknya sepuluh penutur yang semuanya generasi tua.
- Ketiga, bahasa yang sangat terancam (seriously endangered languages) yakni bahasa dengan jumlah penutur yang masih banyak, tetapi anak-anak mereka sudah tidak menggunakan bahasa itu.
- Keempat, bahasa yang terancam (endangered languages) yakni bahasa dengan penutur anak-anak, tapi cendrung menurun.
- Kelima, bahasa yang potensial terancam (potentially endangered languages) yakni bahasa dengan banyak penutur anak-anak tetapi bahasa itu tidak memiliki status resmi atau yang prestisius.
- Dan keenam, bahasa yang tidak terancam (not endangered languages) yakni bahasa yang memiliki transmisi ke generasi baru yang sangat bagus.
Bahasa di Indonesia mempunyai jumlah penutur yang sangat beragam. Vitalitas bahasa di Indonesia menyebar dari status yang paling aman hingga yang benar-benar punah.
Di antara bahasa daerah di Indonesia terdapat tiga bahasa yang jumlah penuturnya di atas 10 juta jiwa, yakni Bahasa Jawa, Sunda, dan bahasa Madura.
Penanganan bahasa daerah diklasifikasikan berdasarkan pengelompokan vitalitas bahasa tersebut. Pengembangan dan pembinaan dilakukan terhadap bahasa yang masih dalam status tidak terancam dan bahasa yang mempunyai potensi terancam.
Bahasa dalam vitalitas kedua itu masih dapat direvitalisasi. Dengan pengembangan bahasa itu, kita akan mempunyai korpus yang memadai untuk membahasakan apa saja, mempunyai akselerasi yang bagus terhadap dunia pendidikan dan perkembangan iptek, serta dapat mengantisipasi munculnya media baru.
Pembinaan dilakukan agar bahasa itu mempunyai transmisi antargenerasi yang baik, baik transmisi melalui dunia pendidikan, maupun transmisi melalui interaksi dalam ranah rumah tangga. Selain itu upaya pengembangan dan perlindungan juga dilakukan dengan memantapkan status bahasa, mengoptimalkan dokumentasi, serta menumbuhkan sikap positif penuturnya.
Perlindungan terhadap bahasa sekurang-kurangnya dilakukan dua tingkat yaitu tingkat dokumentasi dan tingkat revitalisasi. Perlindungan bahasa di tingkat dokumentasi akan dilakukan pada bahasa yang sudah tidak ada harapan untuk digunakan kembali oleh masyarakatnya.
Bahasa yang dalam keadaan hampir punah dan bahasa yang sangat terancam hanya bisa dilindungi dengan mendokumentasikan bahasa itu, sebelum bahasa itu benar-benar punah. Dokumentasi itu penting untuk menyiapkan bahan kajian jika suatu saat diperlukan.
Fauzan Rishadi
21:07
New Google SEO
Bandung, IndonesiaRumpun Bahasa Belitung Diambang Kepunahan
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Tuesday 8 April 2014
ayooooo kue jungkooong, ayooooo kue jungkooong.. setidaknya begitulah suara penjual kue jungkong yang setiap sore menjajakan jualanya berkeliling rumah-rumah warga di pangkalpinang. Kue jungkong merupakan kue khas bangka. tekstur kue ini sangat lembut. sangat khas, kue ini memiliki warna hijau dan putih serta terdapat gula kabong atau gula aren dibawahnya menambah nikmatnya kue jungkong ini. kue ini sangat digemari karena rasanya yang enak dan lembut. kue ini sangat alami, warna putih dihasilkan dari perpaduan tepung beras dan santan, warna hijau dihasilkan dari daun pandan dan warna hitam di bawahya terbuat dari gula aren, gula jawa atau yang biasa disebut gula kabong oleh masyarakat setempat.
kue ini biasanya dijajkan oleh penjual tradisonal secara berkeliling, biasanya para ibu-ibu yang menjajakan kue ini secara berkeliling ke rumah-rumah para warga. dan kue ini juga biasanya banyak ditemukan pada saat bulan ramadhan. banyak penjual menjajkan kue ini di hampir sepanjang jalan yang ada di Pangkalpinang. adapun cara pembuatanna cukup mudah jika anda ingin membuatnya sendiri anda bisa mengikuti resep-resep berikut ini.
Adonan kuah gula :- 200 gr gula merah, sisir halus
Adonan suji:
- 450 ml santan, dari ½ butir kelapa parut
- 50 ml air daun suji
- 50 g tepung beras
- 1 sdt tepung sagu
- ½ sdt garam
- ¼ sdt gula pasir
- 500 ml santan, dari ½ butir kelapa parut
- 50 g tepung beras 1 sdm tepung sagu
- ½ sdt garam
- ¼ sdt gula pasir
Kue Jungkong, kue tradisional Khas bangka
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Monday 7 April 2014
Salah satu Tradisi penting yang ada pada masyarakat etnis Tiong Hoa selain Imlek adalah Cheng Beng atau dalam bahasa Mandarin disebut QingMing. Bahkan sebagian orang lebih mengistimewakan tradisi ini. Cheng Beng merupakan tradisi ziarah ke makam leluhur yang dilakukan setiap tahun dan dimulai dari tanggal 25 Maret sampai tanggal 5 April. Biasanya, para etnis Tionghoa yang pergi merantau jauh dari kampung halaman pun akan pulang untuk melaksanakan ziarah Cheng Bheng ini.Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak jaman dinasti Tang. Pada jaman itu, hari cheng beng ditetapkan sebagai hari libur sekaligus hari wajib bagi para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal dan mengimplementasikannya dengan membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain.
Di dinasti Tang, implementasi hari cheng beng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembayang danmembersihkan kuburan. Yang hilang adalah menggantung lembaran kertas, yang sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan. Bagi masyarakat Tiong Hoa, ziarah ini dianggap sebagai upacara sangat resmi. Mereka datang dari jauh – dari seberang lautan. Ada yang datang dari Hongkong – Singapura – Malaysia buat ber- Cheng Beng di tanah kelahirannya untuk sembahyang Cheng Beng di pekuburan para leluhur dan orang tuanya.Sejumlah warga keturunan Tionghoa membersihkan makam leluhurnya sebelum melakukan ritual sembahyang pada perayaan tradisi Cheng Beng di Perkuburan Sentosa Cina Pangkalpinang.
Dari pantauan koresponden bkgi sejumlah keturunan tionghoa yang hadir tidak hanya dari komunitas yang ada di Pangkalpinang. Tapi dating dari laur pulau bahkan luar negeri (Singapore,Hongkong, Taiwan). Mereka sengaja pulang kampung ke Bangka untuk ritual tradisi sembahyang kubur dengan membersihkan makam merupakan rangkaian ritual tradisi Ceng Beng yang puncak perayaannya akan dilaksanakan pada 5 April tahun masehi. Memang tradisi ini khusus di Bangka Belitung masih merupakan tradisi yang kuat dipertahankan dari generasi ke generasi.
Ritual Ceng Beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya, seluruh keluarga baik yang ada di Pangkalpinang atau di perantauan berupaya untuk pulang dan melaksanakan ritual. Kegiatan Ritual dimulai dengan membersihkan kuburan atau pendem biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April kalender Masehi. Kegiatan dilaksanakan sejak dini hari hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan sesajian berupa aneka buah buahan (sam kuo), ayam atau babi (sam sang), arak, aneka kue, dan makanan Vegetarian (cai choi), uang kertas (kim cin) dan membakar garu (hio), suasana di pekuburan khususnya di pekuburan Sentausa pada saat itu sangat semarak dengan Lampion dan beraroma hio yang menyengat hidung serta diiringi dengan alunan musik Belaz Band atau Tanjidor.
Fauzan Rishadi
00:57
New Google SEO
Bandung, Indonesia