Istilah itu muncul dari salah satu bentuk kebiasaan dan budaya yang berlangsung cukup lama dan menjadi keunikan tradisi budaya masyarakat Bangka Belitung itu sendiri.
Mengapa bulan Juli disebut musim kawin ?
Sebenarnya, hal ini lebih berkaitan pada adanya masa panen kebun para penduduk (umumnya berkebun Lada) yang bertepatan pada bulan Juni s/d Agustus setiap tahunnya. Pola tanam lada di Bangka Belitung yang teratur membuat siklus panen pun dapat terjadi secara massal. Dengan adanya pendapatan penghasilan dari panen lada, banyak masyarakat Bangka Belitung yang melangsungkan pernikahan pada bulan-bulan tersebut, khususnya bulan Juli yang menjadi puncak panen lada.
Budaya kawin massal di Bangka Belitung lebih sering terjadi di daerah Bangka bagian Selatan. Biasanya dalam satu kampung, terdapat banyak pasangan muda mudi yang melangsungkan acara perkawinan secara bersamaan. Bahkan kadang kala mencapai 15 – 20 pasang pengantin yang dinikahkan dalam sehari.
Budaya ini amat popular dan menjadi salah satu bentuk hubungan kemasayarakatan yang erat. Betapa tidak, untuk mengadakan acara ini seluruh masyarakat bahu membahu untuk saling bekerjasama dalam mensukseskannya. Mulai dari acara akad nikah, perayaan /walimah sampai dengan berbagai acara lainnya.
Sekitar tahun 1992 – 1995 acara serupa masih sering dilaksanakan. Bahkan ada pasangan yang menikah sebanyak 10 pasang dengan dimeriahkan oleh beberapa Grup Band (grup musik) lokal maupun luar.
Jika anda ke kampung itu saat acara berlangsung, maka dari awal masuk kampung sampai ke ujung kampungnya anda akan menemui pesta perkawinan yang sangat meriah. Berbagai hiburan musik tersaji di berbagai tempat bahkan dimana-mana terdapat pasar malam.
Acara seperti itu sering dijadikan oleh kaum remaja untuk mencari pacar ataupun jodoh. Sayangnya, dalam berbagai acara keramaian kawin massal itu seringpula terjadi kasus perkelahian, kriminilitas bahkan pembunuhan.
Namun seiring menurunnya sektor perkebunan lada di bangka belitung dewasa ini, budaya dan tradisi seperti itu sudah jarang sekali terjadi. Hal ini diakibatkan dengan meningkatnya biaya untuk berkebun lada tidak sebanding dengan harga jual lada. Sehingga minat masyarakat untuk berkebun lada pun merosot tajam. Apalagi munculnya sektor pertambangan timah rakyat (Tambang Inkonvesional) beberapa tahun belakangan ini membuat sebagian masyarakat beralih dari perkebunan ke bidang pertambangan.
Mengingat masa lalu, Didi jadi kangen akan meriahnya suasana dengan acara Kawin Massal itu. Entah kapan lagi acara serupa akan berlangsung di Bangka Belitung ini.
Thanks for reading & sharing Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai
0 komentar:
Post a Comment