Tenun cual merupakan perpaduan antara tekhnik songket dan tenun ikat, namun yang menjadi ciri khasnya adalah susunan motif menggunakan tekhnik tenun ikat. Jenis motif tenun cual antara lain susunan motif bercorak penuh (Pengantek Bekecak), dan motif ruang kosong Jande Bekecak). Cual Bangka dahulu dikenal dengan nama Limar Muntok. Sekilas motif kain tenun cual nampak seperti songket palembang. Yang membedakan adalah jika pada Songket palembang motif diambil dari bentuk-bentuk bunga seperti cempaka atau bunga cengkeh, maka cual mengambil motif bentuk-bentuk alam dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, seperti motif kucing atau bebek, bunga mawar, dan lain-lain yang jika dilihat dari jauh akan timbul motifnya.
Fungsi sosial dari tenun cual adalah sebagai pakaian kebesaran lingkungan Muntok, pakaian pengantin dan pakaian pada hari-hari kebesaran Islam dan adat lainnya, sebagai hantaran pengantin ataupun mahar yang langsung menggambarkan status sosial (pangkat dan kedudukan) seseorang pada masa itu. Dahulu, kehalusan tenunan, tingkat kerumitan motif dan warna pada tenun cual mengandung filosofi hidup sebagai hasil perjalanan religius penenunnya.
Tenun cual sangat terkenal karena tekstur kainnyaa/yang begitu halus, warna celupan benangnya tidak berubah, dan ragam motif seakan timbul, jika dipandang dari kejauhan. Peminat tenun cual pun hingga ke luar Bangka, sehingga diperjualkan pula ke Palembang, Belitung, Pontianak, Singapura dan Tanah Melayu lainnya. Hal ini menyebabkan pengguna tenun cual tidak lagi hanya pada keturunan Bangsawan Mentok.
Tahun 1914 hingga 1918, terjadi perang besar melanda Eropa yang menyebabkan terputusnya bahan baku tenun cual. Masuknya tekstil dari Cina menjadi pelengkap orang-orang Muntok meninggalkan kerajinan tenun cual. Tahun 1990, Perindustrian Kota Madya pangkalpinang menggalakan kembali keraj inan cual di Bangka. Kelompok usaha kerajinan cual yang terdiri dari anggota, keluarga tersebut diketuai oleh Masliana.Tahun 2003 Maslina membentuk Koperasi Tenun Kain Cual Khas Bangka. Kini ada 40 perajin cual yang tersebar di kota maupun kabupaten di Bangka Belitung.
- Produk dan Kapasitas Produksi
- Tenun Cual untuk wanita & pria, (324 stel/ tahun).
- Kemeja & bahan motif cual tekhnik printing, pesanan dalam jumlah banyak, ready stock (6000 meter/ tahun).
- Kemeja & bahan sarimbit motif cual tekhnik cap, stock terbatas, sesuai pesanan, wania dan motif bisa khusus (2400 meter/tahun).
- Cendramata dan aksesoris khas Bangka, seperti hiasan dinding, syal, mainan kunci dll.
- Melayani training/ magang tekhnik menenun cual.
- Unit penjualan bahan baku & peralatan (60 unit/tahun).
- Unit simpan pinjam khusus bagi perajin.
- Kualitas Tenun Cual
- Kualitas I (sehelai benang pakan), selendang besar (P.225 cm, L.56cm) Bahan baku sutra tanpa campuran, Rp. 7.500.000,- s/d Rp. 19.000.000,-
- Kualitas II (dua helai benang pakan), selendang Besar (P.225cm, L.56cm) Bahan baku sutra tanpa campuran, Rp. 3.500.000,- s/d Rp. 6.700.000,-
- Kualitas I (sehelai benang pakan), selendang kecil (P. 190cm, L.56cm) Bahan baku sutra tanpa campuran, Rp. 2.800.000,- s/d Rp. 3.400.000,-
- Kualitas II (dua helai benang pakan), selendang kecil (P. 190cm, L.56cm) Bahan baku sutra tanpa campuran, Rp. 1.800.000,-s/d Rp. 2.800.000,-
- Kualitas III (tiga helai benang pakan), selendang kecil(P.190cm, L.56cm) Bahan baku sutra tanpa campuran, Rp. 1.300.000,- s/d Rp. 1.700.000,-
- Tips Merawat Tenun Cual
- Tenun cual sebaiknya digulung mengelilingi batang pralon yang dilapisi dahulu dengan kertas minyak, atau kertas copy.
- Lalu dimasukkan ke dalam tabung atau dibungkus plastik lalu disimpan dalam lemari kayu.
- Jauhkan dari cahaya matahari langsung dan air.
- Tabung atau lemari penyimpanan diberi lada atau cengkeh yang ditakuti rayap atau serangga lainnya. Tenun cual tidak boleh di Dry Clean dan di Loundry hanya boleh angin-anginkans etelah dipakai.
- Tips Merawat Bahan Motif Cual Tekhnik Cap
- Agar warna alam pada bahan tersebut dapat tahan lajna hendaknya tidak mencucinya dengan mesin cuci. Jangan direndam terlalu lama, sebaiknya dicuci menggunakan shampoo atau sabun khusus (lerak)
- Jangan dijemur di bawah sinar matahari langsung. Sebaiknya digantung menggunakan hanger lalu diangin-anginkan di tempat yang teduh dan dibalik.
- Saat menstrika jangan terlalu panas dan dibalik, jangan menstrika di atas permukaan atau lapisi menggunakan sapu tangan.
- Simpan di tempat yang teduh, tidak terkena sinar lampu dan matahari secara langsung.
- Jika ingin memberi kapur barus, bungkus terlebih dahulu.
Sumber Utama: Disbudparpora Kota Pangkalpinang pada: http://tampukpinang.info/tradisional/kain-cual.html
Fauzan Rishadi
01:28
New Google SEO
Bandung, IndonesiaMengenal Kain Tenun Cual Khas Bangka
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Sunday 24 November 2013
Asal Mula Upacara Adat :
Sekitar 262 tahun yang lalu pada tahun 1750 ada seorang berilmu tinggi meminta izin kepada Peri Bukit Penyabung untuk membangun sebuah rumah di daerah Jerieng. Penunggu Bukit Peyabung mengizinkan dengan syarat setiap bulan Muharam harus membawa sesajen ke bukit tersebut. Ringkas ceritanya Kek Adung membawa sesajen ke Bukit Penyabung dan merayakannya yang di pusatkan di Pelangas. Ritual ini dilaksanakan setiap tahun sampai Kek Adung wafat dan dilanjutkan oleh Kek Weng sampai sekitar tahun 1900-an diteruskan oleh Kek Fit sampai tahun 1920-an dan dilanjutkan Kek Imam sampai tahun 1945, berikutnya digantikan ke Kek Pot sekitar tahun 1950-an, lalu diteruskan oleh Kek Deramen tahun 1966-an dan tahun 1966-an sampai tahun 1998 Ketua Adat dipegang oleh Kek Gebel. Setelah Kek Gebel wafat tahun 1998 maka terhentilah kegiatan Upacara ritual adat yang ratusan tahun dilaksanakan.
Kemudian ketika lembaga Adat Melayu Jerieng diresmikan 24 Oktober 2004 oleh ketua Adat Negeri Serumpun Sebalai Datuk H. Romawi Latif, dengan ketua harian Rdo. Sri Sandi Buman maka ritual kembali dilaksanakan dengan cara dan keyakinan yang berbeda. Jika ritual adat pada periode sebelumnya dilaksanakan di puncak gunung dengan membawa sesajen dan perayaan di Balai Adat, namun periode ini hanya dilaksanakan di Balai Adat dengan ritual penyembelihan hewan berkaki empat. Ritual ini dimaksudkan perayaan syukur masyarakat atas limpahan rizki dari Sang Pencipta. Lembaga Adat Melayu Jerieng bekerja sama dengan Pemerintah Desa Pelanggas pada saat pelaksanaan pesta Adat memberikan gelar adat “Radindo (Rdo) kepada tokoh yang di anggap berjasa. Pesta Adat Jerieng ini dilaksanakan pada bulan November setiap tahun, suku Jerieng di desa Pelangas Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat.
Kelapa adalah nama salah satu daerah yang ada di kawasan Bangka Barat, merupakan daerah penghasil timah juga, namun timah di daerah ini berbeda dengan timah-timah dari daerah lainnya.
Pada dasarnya, wilayah Kelapa memiliki kandungan timah, sama dengan daerah-daerah lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babl) ini. Namun berbeda, jika timah di luar wilayah Kelapa laku dijual, sedangkan timah di Kelapa sendiri tidak ada nilainya, karena kadarnya sangat rendah atau bahkan tidak berkadar sama sekali alias kopong.
Mengenai penyebab timah kopong, kisahnya masih menjadi legenda tersendiri di tengah masyarakat daerah Kelapa.
Camat Kelapa H Sunatro mengakui adanya legenda itu, dan hingga saat ini masih dipercaya oleh masyarakat.
Menurut legenda, cerita Sunatro, timah di Kelapa disumpah atau disarat oleh para orang tua zaman dulu yang hidup pada masa zaman penjajahan Belanda.
"Mengetahui kaum kolonialis Belanda akan masuk ke Kelapa, dikhawatirkan penjajah akan menggali dan mengambil timah dari bumi Kelapa.
Maka timah disini disarat oleh orang tua di zaman itu, disumpah agar kopong, kisah ini melegenda secara turun menurun sampai sekarang," kata Sunatro kepada bangkapos.com Minggu (17/10/2013).
Camat Kelapa H Sunatro menuturkan bahwa orang tua di Kelapa (Suku Do dan Empeng) yang hidup pada zaman Belanda, dengan legendanya memberikan 'sarat' ke timah. Alhasil, menurutnya timah di daerah ini kadarnya menjadi rendah.
"Orang tua zaman dulu dari Suku Do dan Empeng, telah berpikir untuk jangka panjang yakni untuk kepentingan generasi berikutnya agar mewarisi bumi yang utuh tanpa kerusakan," kata camat kepada Bangkapos.com, Minggu (17/10/2013).
Dikatakan, timah di Kelapa, legendanya telah 'disarat atau diasal' sehingga timah menjadi hampa/kopong. "Timah disini sampai di sarat atau di asal, karena orang tua dulu sayang dengan tanahnya, sehingga timah itu jadi kopong karena di sarat atau di asal tadi," ujar camat.
Camat Kelapa H Sunatro menuturkan bahwa orang tua di Kelapa (Suku Do dan Empeng) yang hidup pada zaman Belanda, dengan legendanya memberikan 'sarat' ke timah. Alhasil, menurutnya timah di daerah ini kadarnya menjadi rendah.
"Orang tua zaman dulu dari Suku Do dan Empeng, telah berpikir untuk jangka panjang yakni untuk kepentingan generasi berikutnya agar mewarisi bumi yang utuh tanpa kerusakan," kata camat kepada Bangkapos.com, Minggu (17/10/2013).
Dikatakan, timah di Kelapa, legendanya telah 'disarat atau diasal' sehingga timah menjadi hampa/kopong. "Timah disini sampai di sarat atau di asal, karena orang tua dulu sayang dengan tanahnya, sehingga timah itu jadi kopong karena di sarat atau di asal tadi," ujar camat.
Fauzan Rishadi 08:36 New Google SEO Bandung, Indonesia
Legenda Timah di Kelapa, Bangka Barat
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Friday 22 November 2013
Keramunting |
Keramunting, begitulah masyarakat sering menamakannya. Namun meski begitu, keramunting ini disetiap daerah berbeda pula panggilannya. Jika di Belinyu masyarakat menyebutnya kemonteng (dalam dialek setempat), maka di daerah Pangkalpinang menyebutnya keradudok (dalam dialek setempat). Lain lagi di daerah Muntok Bangka Barat, mereka memanggilnya dengan sebutan keramunting. Masih banyak lagi sebutan masyarakat terhadap buah yang satu ini. Jika di artikan dalam bahasa Indonesia mungkin jadi keramunting ya.
Buah ini tumbuh liar disekitar pulau Bangka dan Belitung. Umumnya tumbuh di daerah berpasir dengan besar pohonnya kira-kira sebesar jempol kaki orang dewasa. Walaupun sebenarnya ada juga pohonnya yang sampai sebesar kaki orang dewasa. Buah ini berwarna hijau ketika mentah dan akan berwarna ungu kehitam-hitaman ketika masak. Di sela-sela semak belukar akan Anda temukan buah kemunting ini. Buahnya kecil-kecil, kira-kira sebesar ibu jari remaja dengan rasa yang manis. Isi buah ini penuh dengan biji layaknya strowberry, namun tetap manis dan lezat untuk dimakan meskipun tumbuhan liar dari hutan. Buah ini pun bisa langsung dimakan langsung dengan kulitnya dan dibuang pada bagian kepalanya.
Keramunting ini banyak juga kegunaannya, bisa juga dibuat untuk obat-obatan. Memakan buahnya bisa mengobati penyakit diare dan sakit perut. Selain itu, pucuk daunnya juga bisa dijadikan obat sakit perut dengan cara merebus pucuk daunnya dan diminum air rebusannya. Bagian lain yang juga berguna adalah akar dari tumbuhan ini, orang tua jaman dahulu sering merebus akar tumbuhan ini untuk mengobati muntah darah. Untuk kaum ibu yang sehabis melahirkan, tanaman ini juga bisa menjadi obat. Rebusan akar dan pucuk daunnya di yakini bisa mengecilkan rahim. Selain itu, rebusan akar dan pucuk daunnya juga bisa mengobati keputihan pada wanita. Ternyata banyak juga ya manfaat dari tumbuhan ini.
Tumbuhan ini tidak hanya terkenal di Kepulauan Bangka Belitung, namun juga di tanah-tanah melayu lainnya seperti di Minang tumbuhan ini disebut Karamuntiang. Dan ternyata tumbuhan ini juga terkenal di luar negeri juga seperti di Malaysia tumbuhan ini bernama Senduduk Air, di Vietnam, di Thailand, dan masih banyak lagi seperti di Kepulauan Hawaii dan lain-lain. Berbeda daerah berbeda pula nama yang disebutkan oleh orang-orang setempat.
Buah ini jika sedang musim berbuahnya maka akan sangat banyak sekali dijumpai di antara semak-semak belukar. Namun jika sedang tidak musim berbuah, maka pohonnya hanya satu dua yang berbuah. Sehingga agak sulit untuk mencarinya, bahkan tidak jarang buahnya menjadi kering karena tidak ada yang memetik atau memakannya. Burung-burung kecil juga sering memakan buah ini, namun tidak secermat manusia menyibak disela-sela dedaunannya. Saya masih ingat ketika masih kecil dahulu jika sedang musim berbuahnya, orang-orang dengan ramai memetik buah ini untuk dijual. Buah ini akan ditempatkan dalam sebuah bungkus yang berbentuk kerucut yang terbuat dari daun simpur. Dulu buah ini dijual dengan harga Rp. 500,- per bungkusnya. Namun sekarang sudah jarang dijumpai orang yang menjual buah ini.