bangka pos |
Tak ingin hanya terbawa gelombang globalisasi, Belitong pancangkan terus kearifan lokalnya.
Hai rondeng si paku tanding
Kepiting dirasa-rasa
Bawang putih bawang merah
Si yang kampit tutup mata
Lagu satu bait itu dinyanyikan anak-anak dalam satu putaran permainan Hai Rondeng, permainan menebak nama anak yang berhasil ditangkap oleh satu anak yang berdiri di tengah lingkaran, sambil menutup mata. Merupakan permainan khas anak-anak Belitong.
Hai Rondeng dimainkan di hari pertama Festival Tradisi Bahari di Pantai Tanjongpendam, Kota Tanjongpandan, Belitong Barat. Festival yang dilaksanakan dari 1 hingga 5 Juli itu merupakan penyelenggaraan yang ke-5, sejak tahun 2004. Sebelumnya digelar di Mataram (2004), Manado (2005), Takallar (2006), dan Lombok Timur (2007). Istimewanya, festival kali ini bertepatan dengan hari jadi Kota Tanjongpandan yang ke-171, yakni pada 1 Juli.
Festival Tradisi Bahari merupakan kerjasama Direktorat Tradisi, Ditjen Nilai Budaya, Seni, dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan Pemda Kabupaten Belitong. “Laut merupakan alat pemersatu bangsa, ruang hidup, ruang juang, alat juang, dan kondisi juang bangsa Indonesia. Pulau Belitong memiliki keanekaragaman budaya dan nuansa kebahariaan yang sangat menarik,” ujar Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Tjetjep Suparman.
Belitong pulau kecil, luasnya 4.889 kilometer persegi dengan 14 kecamatan, hampir semua kecamatan punya pantai, maka budayanya adalah budaya bahari. Dipertunjukkan dalam festival ini, antara lain upacara Buang Jong, lomba Dayung Sampan, lomba Tarik Tambang Sampan Beregu, lomba Merajut Jaring, diskusi kebaharian, dan seperti di awal tulisan ini, Permainan Anak-anak.
Selain Hai Rondeng, di tanah lapang itu dimainkan juga Pok-pok Gerinang (Cublak-cublak Suweng di Jawa), Bit-bit til (Injit-injit Semut di Melayu), dan Cak Munci Pai Kului (dua kelompok menebak siapa anak yang memegang batu, lantas saling tarik untuk mempertahankan/menambah anggota kelompok).
Senasib dengan daerah-daerah lain di Nusantara, permainan anak khas Belitong juga sudah jarang dimainkan. Karena itu Pemda Kabupaten Belitong mendata permainan anak-anak Belitong, dan didapatlah 25 permainan. Dari jumlah itu, dipilih 10 permainan yang sudah sangat lama, bahkan orang Belitong pun sudah lupa.
Sepuluh permainan anak-anak itu kemudian dijadikan film dokumenter berdurasi 27 menit dengan judul Menapak Hijau Bumi tanpa Alas Kaki. Film dokumenter ini dimainkan oleh 10 pemain anak-anak Belitong, dengan dua muka yang sudah akrab bagi masyarakat Tanah Air, yakni Suhendri dan Yogi Nugraha, pemeran A Kiong dan Kucai di film Laskar Pelangi yang juga berlatar belakang budaya Belitong.
“Anak-anak Laskar Pelangi kami pilih karena mereka punya pengalaman berhadapan dengan kamera, jadi punya ‘tugas tambahan’ membangun suasana bagi teman-teman lainnya,” kata sang sutradara, M. Ismaya. N yang dipanggil anak-anak dengan sebutan Om Moyo. Moyo adalah putera asli Belitong. Sebelumnya, dia asisten sutradara di film Laskar Pelangi sekaligus meng-casting 3800-an anak untuk mencari 12 anak sebagai pemain inti Laskar Pelangi.
Agar filmnya tetap natural, Moyo hanya menentukan alur cerita, sedangkan setting dan dialog sepenuhnya diserahkan pada anak-anak. Menapak Hijau Bumi tanpa Alas Kaki rencananya akan diputar di sekolah-sekolah di Belitong untuk mengenalkan lagi permainan anak-anak yang jadi budaya Belitong sejak lama. Sebagai perkenalan, anak-anak itu memainkan sebagian permainan tersebut di festival ini.
Yang tak dapat dimungkiri dari beragamnya budaya laut adalah dikenal dan diakuinya unsur-unsur magis dalam keseharian masyarakat yang kemudian dijadikan atraksi seni, seperti Antu Bubu. Antu Bubu adalah permainan menggunakan ilmu hitam dengan peralatan bubu yang diisi roh halus.
Bubu adalah alat penangkap ikan, dibuat dari bilah bambu yang disatukan dengan anyaman tali hingga berbentuk silinder berdiameter 30 sentimeter. Panjang bubu beragam, ada yang 50 sentimeter, ada pula yang hingga 2 meter.
Untuk permainan Antu Bubu, bubu dipasangi “kepala” dari batok kelapa, lantas diselimuti kain kafan, baru kemudian ujung atas kafan diikat. Seorang pawang membaca mantera sambil menaburkan kemenyan ke atas pedupaan, mengasapkannya ke sekeliling bubu untuk meminta roh masuk ke dalam bubu. Begitu pawang memberi isyarat permainan dapat dimulai, lawan yang sudah siap dengan bertelanjang dada/ bersinglet mulai melawan bubu yang sudah berpenghuni ini.
Antu Bubu dimainkan di hari kedua festival (2/7), tepat malam Jumat, di pasir pantai Tanjongpendam. Di tengah lingkaran penonton, seorang laki-laki bergelut dengan bubu. Berguling-guling, kadang dia seperti dibanting, ada kalanya laki-laki ini sanggup berdiri, tak lama, terjatuh lagi, berguling lagi. Penonton senyap.
Pemain pertama kalah setelah permainan berjalan 5 menit. Dia kerasukan, badannya mengejang, dan dibawa ke pinggir lapangan untuk disadarkan. Pemain kedua dinyatakan kalah akibat kelelahan setelah lebih dari 10 menit bubu tak juga dapat ditegakkan dan jalinan bubu koyak. Bisa menegakkan bubu adalah tanda pemain menang, dan hantu bubu dapat dikalahkan.
Pak Geridi, 56 tahun, adalah pawang Antu Bubu. Ilmu yang berasal dari kakeknya lantas diturunkan ke ayahnya, dan sekarang dialah satu-satunya di Belitong, bahkan mungkin di dunia, yang menguasai ilmu Antu Bubu. Ilmu ini sekarang sedang dia ajarkan ke puteranya, tak dibagi ke orang lain.
Cerita Pak Geridi tentang asal muasal permainan ini, di tahun 1970, seseorang meletakkan bubu di sungai. Setelah sepekan, dia datang lagi untuk menengok berapa ikan yang berhasil masuk perangkap bubu. Sampai di sungai, laki-laki ini mati tanpa sebab, dan rohnya jadi penghuni bubu, karena itu disebut antu bubu (hantu bubu). Mulai tahun 1971, kakeknya menjadikan Antu Bubu sebuah tontonan.
Karena menggunakan ilmu hitam, beragam syarat harus dipenuhi untuk memainkan Antu Bubu. Untuk menyebut beberapa, Pak Geridi harus berpuasa mutih selama 21 hari, bambu untuk bubu hanya boleh diambil dari bambu yang terdampar di pantai dengan posisi tidak sejajar dengan garis pantai, dan harus menggunakan kafan bekas alas jenazah. “Kalau pakai kafan baru, masih di rumah saja, belum dibawa ke tempat pertunjukan, dia sudah bergerak-gerak,” kata Pak Geridi, usai permainan. Dia sudah membawa Antu Bubu ke kota-kota di Sumatera dan Jawa, mengenalkannya sebagai permainan khas Belitong. Silvia Galikano
Lokal Wisdom Belitong, Budaya Laut Budaya Pemersatu
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Monday 28 May 2012
Pantai Arung dalam yang terletak di kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah,adalah salah satu aset wisata di Bangka Belitung. Ombak yang tenang menjadi pemandangan yang dapat menghibur para pengunjung yang datang. Pantai ini sangat mudah dijangkau, yaitu berada tepat di tepi jalan memasuki pintu kota Koba. Selain tempatnya yang mudah dicapai, pengunjung dapat menikmati indahnya sunset di pantai ini, ditambah lagi dengan pasir putih dan ombak yang tenang menjadikan pantai ini sebagai tempat wisata yang favorit untuk masyarakat sekitar dan luar Koba.
Fauzan Rishadi
14:52
New Google SEO
Bandung, IndonesiaSunset Pantai Arung Dalam, Koba, Bangka Tengah
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Sunday 27 May 2012
Kue Rentak atau lebih dikenal dengan nama Kue Sagu adalah penganan khas Kota Pangkalpinang yang banyak dijumpai di toko-toko makanan daerah di Kota Pangkalpinang. Terbuat dari sagu, gula dan sebagainya memang klop disajikan dengan secangkir kopi atau susu. Kue Rentak tidak hanya disukai orang tua namun anak-anak dan remaja. Pada saat lebaran, Kue Rentak merupakan kue yang selalu ada di setiap rumah masyarakat dan selalu habis terakhir pada saat lebaran. Kue ini mudah sekali dibuat sehingga hampir semua masyarakat Kota Pangkalpinang mampu membuatnya.
Fauzan Rishadi
13:44
New Google SEO
Bandung, Indonesiakemplang (visitbangkabelitung.com) |
Kemplang adalah snack ringan yang terbuat dari ikan (tenggiri atau ikan lainnya) atau cumi dan sagu. Kemplang banyak dijumpai di toko-toko makanan khas Kota Pangkalpinang. Bentuknya bermacam-macam, ada bulat, segi empat dan lain-lain sesuai keinginan. Kemplang dibuat beberapa jenis, ada yang dipanggang/dibakar, digoreng dengan minyak, digoreng dengan pasir dan sebagainya. Wisatawan bisa langsung menikmati dan juga belajar membuatnya, karena kemplang banyak diproduksi dirumah-rumah masyarakat (home industri).
pasir kuning, pantai tempilang |
Tempilang, adalah sebuah kota tersendiri dibanding sebuah desa. Terpencil ia jauh dari lalu lintas jalan provinsi. Dalam artian tidak dilalui jalur Pangkalpinang ke Mentok atau dari Sungailiat ke Mentok. Namun itu tidak membuat daerah ini terpencil. Ia malah menjadi sebuah kota tersendiri.
Sebuah daerah yang berkembang. Puluhan bangunan bertingkat berdiri, meskipun itu untuk sarang Walet. Namun kombinasi perkebunan, nelayan dan tambang timah inkonvensional memberikan kemajuan berarti bagi daerah ini. Mini market dan bank berdiri.
Daerah Tempilang merupakan satu-satunya daerah di Bangka Barat provinsi Bangka Belitung yang memiliki keunikan, yakni pantainya berpasir kuning. Pantai ini terletak di Desa Tempilang Kabupaten Bangka Barat kurang lebih 70 KM dari Kota Pangkalpinang. Pasirnya yang berwarna kuning keemasan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke pantai ini.
Dengan pemandangan bebatuan yang terletak disudut pantai, kita dapat menikmati panorama alam yang indah. Yang menarik dari tempat ini adalah ada tradisi unik masyarakat pantai tersebut, setiap menjelang bulan Ramadhan. Pantai Pasir Kuning banyak dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri untuk menyaksikan ritual adat Pesta Rakyat Perang Ketupat.
Jarak dari ibukota Kabupaten Bangka Barat (Mentok) ke lokasi sekitar 36 km. Pengunjung disarankan menggunakan kendaraan pribadi karena kendaraan umum yang menuju desa dan lokasi upacara sangat jarang. Pengunjung juga harus berhati-hati karena banyak sekali jalan berlobang dengan debu-debu yang beterbangan di pinggir jalan jika cuaca panas. Oleh karena jalan yang kurang baik, akses ke lokasi membutuhkan waktu tempuh sekitar 25 menit. Di desa dan sekitar pantai ini, pengunjung juga bisa dengan mudah menemukan penginapan, restoran, dan rumah makan.
Perang Ketupat merupakan salah satu ritual upacara masyarakat Pantai Pasir Kuning, Tempilang, Bangka Barat. Upacara ini dimaksudkan untuk memberi makan makhluk halus yang dipercaya bertempat tinggal di daratan. Menurut para dukun, makhluk-makhluk halus itu bertabiat baik dan menjadi penjaga Desa Tempilang dari roh-roh jahat. Oleh karena itu, mereka harus diberi makan agar tetap bersikap baik terhadap warga desa.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan tradisi ini dimulai. Namun, berdasarkan cerita rakyat, tradisi ini sudah ada ketika Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Ada juga yang menyatakan, kegiatan ini telah dilaksanakan sejak zaman penjajahan Portugis. Yang jelas upacara ini terus digelar secara turun-temurun hingga kini.
Pantai Unik Pasir Kuning di Tempilang, Bangka Barat
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Saturday 26 May 2012
Bangunan Kuno Mentok |
Tidak berlebihan rasanya jika menyebut Muntok sebagai kota sejarah. Muntok kota Timah yang menjadi tempat tujuan wisata kali ini memang dipenuhi dengan bangunan tua yang masih tegak berdiri.
Jika dilihat secara umum, membongkar kota Muntok yang terpilah-belah menjadi tiga kawasan kompleks yaitu Klaster China, Melayu dan Eropa merupakan kepuasan tersendiri karena itu berarti menapaki tempat yang mengukir perjalanan sejarah kota Muntok.
Klaster China selain berada ditengah kota, juga terletak di antara Kampung Tanjung dan Kampung teluk Rubia. Bangunan Kuno Kota Muntok di kawasan klaster China town ini terlihat dengan adanya keberadaan rumah, toko dan kios di pasar yang berarsitektur China serta vihara.
Klaster Kampung Melayu
Klaster Melayu masih terbelah lagi jadi tiga subklaster yaitu, Kampung Tanjung disebelah Barat, Kampung Teluk Rubia dibagian Timur serta kampung Ulu dibagian sebelah Utara. Dari ketiga subklaster Melayu, pemukiman tertua kota Muntok itu terletak di Kampung Tanjung. Anda bisa melihat jajaran bangunan tua berwujud rumah panggung khas perumahan suku melayu di sana.
Klaster Kampung Eropa
Klaster Eropa berada di bagian sebelah Utara kedua klaster tersebut. Terletak di pusat kota serta jauh dari pantai. Klaster Eropa berada di bentang lahan paling tinggi diantara klaster lainnya. Antara klaster China dengan subklaster Kampung Tanjung dipisahkan oleh Sungai Muntok. Namun pada awal abad 20, aliran sungai tersebut dialihkan ke bagian tengah klaster China oleh pemerintah Hindia Belanda. Bangunan Kuno dikawasan kampung Eropa ini bearsitektur kolonial. Salah satu sisa bangunan tua kota Muntok adalah bekas kantor pusat perusahaan Timah yaitu Gedung BTW Kawilasi.
Selain Bangunan Kuno Kota Muntok yang terlihat dari tiga kawasan klaster tersebut, masih ada Patung Soekarno Hatta. Ya,..monumen proklamator Bung Karno dan Bung Hatta yang diresmikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2000 ini, Monumen yang berbentuk batu lonjong diatasnya terdapat seekor burung Garuda yang berkalung perisai lima sila sedang mengepakkan sayap. Monumen ini dibuat dari batu granit dengan tinggi 7 meter. Patung Bung Karno dan Bung Hatta yang berdiri gagah didepan batu lonjong dan garuda itu sedang menunjuk ke laut Sunda selat Bangka.
Monumen ini melengkapi nilai sejarah Bangunan Kuno Kota Muntok serta memperkaya keberadaan kota Muntok sebagai pusat perjuangan.
Fauzan Rishadi
13:06
New Google SEO
Bandung, IndonesiaBangunan Kuno Kota Mentok (Wisata Sejarah Bangka)
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Friday 25 May 2012
Perigi/Sumur Pekasem |
Sumur atau perigi Pekasem terletak di Kelurahan Tuatunu Indah Kecamatan Gerunggang. Perigi atau sumur ini dijadikan tempat untuk membuang mayat orang-orang yang terbunuh TKR (Tentara Keamanan Rakyat), karena dianggap musuh atau sebagai mata-mata Belanda atau sekutu. Tuatunu sendiri pada waktu itu merupakan kampung yang dijadikan salah satu markas TKR yang terletak di Hutan Titi Rengas, Kampung Cekong Abang Air Duren dan Hutan Arang, Air Kelapa Tujuh, terletak antara bukit, bulur air dan Air Kelapa Tujuh Tuatunu. TKR sendiri dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Maklumat tanggal 5 Oktober 1945 dikarenakan situasi Nagara Kesatuan Republik Indonesia yang baru terbentuk dalam keadaan genting dan berbahaya karena kedatangan tentara Belanda (NICA) karena ingin kembali berkuasa di Indonesia.
Fauzan Rishadi
15:41
New Google SEO
Bandung, IndonesiaPerigi Pekasem Tuatunu, Pangkalpinang (Wisata Sejarah Bangka)
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Thursday 24 May 2012
terumbu karang pulau batu limau |
Pulau Buku Limau, Pulau ini tempat yang sangat sempurna bagi para wisatawan yang ingin menikmati kegiatan rekreasi bagi peminat wisata bahari seperti berenang, selam, memancing dan berjemur. Pantai ini berpasir putih dengan terumbu karang yang indah, selain itu wisatawan juga dapat meyaksikan proses pembuatan ikan asin.
Kejernihan air laut di Pulau ini membuat para penggemar snorklin bisa meliaht langsung peandangan Terumbu Karang yang hidup di pantai yang terletak di Desa Buku Limau Kecamatan Manggar memiliki titik koordinat Utara 2°48.028 - ' Timur 108°25.333 Jenis Terubu Karang yang banyak hidup didaerah ini adalah Cinulana sp dan Porites Lobata.
Surga bawah laut Pulau Buku Limau, Belitung Timur
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Tuesday 22 May 2012
terumbu karang pulau siadong |
Pulau Siadong terletak antara Pulau Buku Limau dan Pulau Memperak di gugusan kepulauan Belitung di Kab. Belitung Timur. Vegetasi pada pulau ini terbagi menjadi 2 kelompok besar. Pada bagian luar yang mengelilingi pulau merupakan vegetasi yang didominasi dari jenis mangrove. Sedangkan bagian dalam bervariasi dan umumnya merupakan vegetasi pesisir seperti kelapa (cocos nucifera), Ketapang (Terminalia catappa) dan beberapa jenis pohon lainnya.
Di area terluar pulau berbatasan dengan mangrove dan perairan terdapat terumbu karang sekaligus sebagai penanda untuk masuk ke dalam area pulau. Terumbu karang yang indah dan bervariatif sebagai habitat berbagai jenis ikan.
Keistimewaan dari Pulau Siadong adalah tempat berlindung bagi para nelayan jika cuaca kurang bagus. Hal ini disebabkan karena tata letak tempatnya yang terlindung diantara beberapa pulau. Sehingga para nelayan mengidentikkan bahwa Pulau Siadong adalah Hotelnya para nelayan. Tak kalah dengan pulau Memperak, pulau ini juga menjadi habitat penyu dan sisik.
Fauzan Rishadi
13:49
New Google SEO
Bandung, Indonesialempah daret alar keladi |
teringat sama lagunya "YO MIYAK" yang penggalan liriknya berbunyi :
Ambik belacan, garem cabik kecil,
kite ngelempah kite ngelempah lempah daret
Pucuklah idat alar keladi hai Lempah daret..
Yo miyak kite makan lauk lempah daret,
alar keladi |
Pucuklah idat alar keladi hai Lempah daret..
Yo miyak kite makan lauk lempah daret,
Lempah daret, Lempah daret Bangka asli..
Sungguhlah nyamen, sungguhlah nyamen makan di ume..
sebenarnya bumbu utama lempah daret seperti yang ada dilirik lagu diatas, belacan (terasi), garam, cabe kecil. lempah daret juga biasa disajikan dengan menambahkan dengan udang kering, sehingga rasanya benar-benar meresap dan buat kita ingin makan lagi. enak disajikan saat keadaan panas dengan ikan asin dan berkumpul bareng-bareng keluarga.
Foto Manggar, Belitung Timur Tempo Dulu
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Monday 21 May 2012
Bikin Ngakak liat anak-anak Belitung Bepantun di Kaskus... hahaha
semoga bermanfaat dan dapat menghibur
selamat pagi penggemar
lamak kamek dak bredar
kamek disinek ukan gag nak nyelimbar
kamek disinek cuman nak ngelakar
lamak kamek dak bredar
kamek disinek ukan gag nak nyelimbar
kamek disinek cuman nak ngelakar
nyarik kayu ke teberong
minjam parang kan bang sadong
mun mikak benar2 urang belitong
snek kutantang pantun belitong
Jalan2 kepasar gantong
singgah suat nyarik kedundong
kamek mimang urang belitong
tp men de ajak bepantun rada dak nyambong
singgah suat nyarik kedundong
kamek mimang urang belitong
tp men de ajak bepantun rada dak nyambong
meli satam sekalien nnton madun
ngeliat urg bejoged la ky' ayam besabong
amun ikam dak nymbong bepantun
cube bagi cendol,pasti nyambong
ngeliat urg bejoged la ky' ayam besabong
amun ikam dak nymbong bepantun
cube bagi cendol,pasti nyambong
buah nangka buah jambu bol"
idang de makan sambil begalor
amun mikak Nak cendol
cube de tinggak de dalam kulorr
idang de makan sambil begalor
amun mikak Nak cendol
cube de tinggak de dalam kulorr
pegi kebangek lewat jalan tikus
dumpet jatuk ilang semue e
la lamak kamek dak mukak kaskus
la dberik cndol rupe e,,
dumpet jatuk ilang semue e
la lamak kamek dak mukak kaskus
la dberik cndol rupe e,,
Singgah suat di Bebute
Nyari gangan ikan parik
Ngeri amat liat cendol e
Kuang be kamek diberik
Nyari gangan ikan parik
Ngeri amat liat cendol e
Kuang be kamek diberik
pegi ke butun meli tapai
dak gilak ngulai rumah sulai
mun bepantun q dak gila pandai
mun bebulak q lihai
dak gilak ngulai rumah sulai
mun bepantun q dak gila pandai
mun bebulak q lihai
suhu panas di siang hari
buka baju karena kepanasan
saya ini masihlah nubi
duduk manis mohon izinkan
buka baju karena kepanasan
saya ini masihlah nubi
duduk manis mohon izinkan
panas cuaca di hari siang
kalau malam dingin sekali
saya tamu dari seberang
mohon izin bersilaturahmi
kalau malam dingin sekali
saya tamu dari seberang
mohon izin bersilaturahmi
la lamak dak nempo ume
sekali nempo la banyak kerupit
ape kabar sedare semue
salam kenal kan kamek ne urang kampit
sekali nempo la banyak kerupit
ape kabar sedare semue
salam kenal kan kamek ne urang kampit
tempat nasi name e dandang
gede sikit disebut baskom
kame ucapen selamat datang
semoga betah diam di belitong
gede sikit disebut baskom
kame ucapen selamat datang
semoga betah diam di belitong
kalau lapar nasi dimakan
nasi dimakan lauknya ikan
terima kasih saya haturkankan
atas begitu hangatnya penyambutan
nasi dimakan lauknya ikan
terima kasih saya haturkankan
atas begitu hangatnya penyambutan
jikalau haus, airlah diminum
agar dahaga segera pergi
saya ucapkan assalamu'alaikum
untuk semua selamat pagi
agar dahaga segera pergi
saya ucapkan assalamu'alaikum
untuk semua selamat pagi
masih haus jadinya minum
ambil sendiri air di dalam
kami juga ucapkan assalamualaikum
namun sekarang sudahla malam
ambil sendiri air di dalam
kami juga ucapkan assalamualaikum
namun sekarang sudahla malam
jalan jalan keliling gantong
baling ke kampit jalan tanjong
biar ukan same kampong
nok penting e same sayang belitong
baling ke kampit jalan tanjong
biar ukan same kampong
nok penting e same sayang belitong
buah pepaya buah kedondong
dibikin rujak enak sekali
saya juga sayang belitong
rasa seperti kampung sendiri
dibikin rujak enak sekali
saya juga sayang belitong
rasa seperti kampung sendiri
banyak bijinya buah pepaya
bijinya satu pastilah mangga
jikalau bole ane bertanya
memangnya agan aslinya mana
bijinya satu pastilah mangga
jikalau bole ane bertanya
memangnya agan aslinya mana
enak rasa si mangga udang
mangga udang temannya salak
saya tamu darilah sebarang
lebih tepatnya kota Pontianak
mangga udang temannya salak
saya tamu darilah sebarang
lebih tepatnya kota Pontianak
kerja malam membuat anak
kerja pagi membuat mie
jauh nian saudara dari pontianak
semoga betah di tanah kami
kerja pagi membuat mie
jauh nian saudara dari pontianak
semoga betah di tanah kami
makan mie banyakan kuah
pake telur menambah gizi
kalau aku tidaklah betah
sedari dulu aku tlah pergi
pake telur menambah gizi
kalau aku tidaklah betah
sedari dulu aku tlah pergi
ubur ubur menabrak kapal selam
pamit undur selamat malam
pamit undur selamat malam
ke pasar beli papaya
habis itu beli nasi bungkus
kalo mau nambah pantunnya
ya monggo buka di kaskus
Fauzan Rishadi
12:10
New Google SEO
Bandung, Indonesia
Sebagai Negara bahari yang dikelilingi oleh lautan, Indonesia memiliki banyak sumber makanan laut terutama berbagai jenis ikan. Dengan kandungan gizi yang tinggi, ikan merupakan salah satu makanan utama dalam makanan sehat lima sempurna.
Siapa yang tidak pernah makan ikan ?
Tentunya mustahil bin mustahal bila ada orang Indonesia yang tidak mengenal ataupun belum pernah makan ikan sama sekali.
Namun saat anda makan ikan, tentunya sering terjadi berbagai kasus “tertelan” tulang ikan. Hal ini menyebabkan tenggorokan kita terasa sangat sakit bila tulang ikan tersebut nyangkut di tenggorokan.
Di Bangka Belitung, bila ada orang yang mengalami hal serupa jarang sekali di bawa ke rumah sakit. Cukup dengan minum air putih, ternyata sakit tersebut dapat hilang bahkan sembuh dengan cepat.
Setelah ditelusuri, ada keunikan yang terdapat pada cara pengobatannya. Tanpa jampi-jampi ataupun do’a anda pun bisa melakukannya.
Cara Pertama :
- Bila anda menemukan kail atau pancing yang terdapat dalam perut ikan saat anda memasak ikan, ambillah kail atau pancing tersebut. Cuci dan simpanlah baik-baik.
- Kail atau pancing itu akan sangat berguna ketika anda mengalami sakit tenggorokan akibat tertelan tulang ikan.
- Cukup dengan merendam kail atau pancing itu kedalam segelas air dalam beberapa saat dan kemudian air itu diminum, akan mengurangi bahkan mengobati sakit tersebut.
- Cara yang unik dan ajaib ini, kerap dijadikan panduan utama mengobati sakit tenggorokan akibat tertelan tulang ikan.
Menarik bukan ?
Jadi tidak ada salahnya bila anda menemukan kail atau pancing yang tersimpan dalam perut ikan, anda simpan baik-baik. Mungkin suatu saat anda memerlukannya.
Masih tidak percaya ?
Anda dapat mencobanya, yang jelas anda jangan SENGAJA menelan tulang ikan untuk membuktikannya. Karena pengobatan dengan cara tersebut katanya akan berlaku pada saat darurat alias EMERGENCY dan tidak disengaja.
Cara Kedua :
- Carilah orang yang waktu lahir sunsang (lahir dalam keadaan terbalik). Kejadian seperti ini walaupun jarang kadang terjadi disekitar kita.
- Untuk kasus sakit tenggorokan karena tulang ikan, pengobatan oleh orang yang lahir sungsang justru lebih mudah.
- Orang yang lahir sungsang tersebut cukup mencelupkan jarinya kedalam segelas air putih (tentunya jari itu dalam keadaan bersih). Kemudian air putih tersebut diminum oleh orang yang sakit tersebut, secara ajaib akan langsung sembuh dari sakitnya.
Baik cara pertama dan kedua sudah pernah dipraktekkan dan diakui kebenarannya di Bangka Belitung. Namun ada juga yang menggunakan do’a dan literatur melayu lainnya. Dilain kesempatan akan di hadirkan berbagai literatur lain dari Bangka Belitung.
Semoga dapat menambah dan memperkaya khasanah pengetahuan anda .
Salam hangat selalu .
Fauzan Rishadi
02:05
New Google SEO
Bandung, Indonesiapulau ketawai |
Komplek pemukiman nelayan di Desa Kurau Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah merupakan salah satu wisata alam di yang sangat dipertahankan kelestariannya oleh penduduk Desa Kurau dengan cara tidak pernah merusaknya, karena mereka merasa dikemudian hari Desa wisata ini bisa menjadi aset yang sangat berharga.
Setiap hari Jum’at dan Sabtu desa Kurau banyak dikunjungi wisatawan yang datang, mulai hanya untuk sekedar menikmati indahnya pemandangan yang ada, membeli hasil laut (ikan, udang dll), berperahu menelusuri sungai, serta yang paling populer adalah mengunjungi Pulau Ketawai.
Pulau Ketawai yang terletak di desa Kurau Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah sangat menarik dan menawan hati. Pulau kecil ini dikelilingi laut biru dan pasir putih yang dapat membuat mata kita terpesona.
ketawai island |
Pulau ini sangat jelas terlihat dari Desa Kurau kecamatan Koba, perjalanan kepulau ini memakan waktu kurang lebih 1 jam. Pulau Ketawai juga didiami penduduk setempat yang sedikit. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hanya beberapa rumah berdiri di pulau kecil tersebut. Pulau Ketawai dengan pantai yang langsung menjorok kelaut, membuat kapal atau speed boat dapat merapatkan langsung kepulau ini, sangat cocok untuk melakukan wisata pemancingan.
Untuk dapat masuk ke Pulau yang kaya akan ikan tersebut tidak dipungut biaya apapun Wisatawan yang datang ke pulau itu biasanya menyewa perahu nelayan karena tidak ada tempat khusus yang menyediakan perahu. Biasanya para wisatawan yang mencari ikan menyewa perahu penduduk dengan biaya sewa semalam 500ribu, dan hasil tangkapannya dapat dibawa pulang.
Sayangnya, prospek yang besar dalam pariwisata itu belum diikuti masuknya investasi dari para pengusaha pariwisata. Padahal Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah sudah membuka pintu untuk masuknya para investor melalui pemberian fasilitas informasi yang terbuka serta proses perijinan yang mudah dan efisien.
Mudah-mudahan kedepan dapat dicapai pengembangan pariwisata yang baik di Desa Kurau sebagai tempat wisata Bahari menuju Kabupaten Bangka Tengah Fajar Gemilang seperti Motto Daerahnya untuk lautnya yang menarik.
Buang Jong merupakan salah satu upacara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat suku Sawang di Pulau Belitung. Suku Sawang adalah suku pelaut yang dulunya, selama ratusan tahun, menetap di lautan. Baru pada tahun 1985 suku Sawang menetap di daratan, dan hanya melaut jika ingin mencari hasil laut.
Buang Jong dapat berarti membuang atau melepaskan perahu kecil (Jong) yang di dalamnya berisi sesajian dan ancak (replika kerangka rumah-rumahan yang melambangkan tempat tinggal). Tradisi Buang Jong biasanya dilakukan menjelang angin musim barat berhembus, yakni antara bulan Agustus-November.
Pada bulan-bulan tersebut, angin dan ombak laut sangat ganas dan mengerikan. Gejala alam ini seakan mengingatkan masyarakat suku Sawang bahwa sudah waktunya untuk mengadakan persembahan kepada penguasa laut melalui upacara Buang Jong. Upacara ini sendiri bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka selama mengarungi lautan untuk menangkap ikan.
Keseluruhan proses ritual Buang Jong dapat memakan waktu hingga dua hari dua malam. Upacara ini sendiri diakhiri dengan melarung miniatur kapal bersama berbagai macam sesaji ke laut. Pascapelarungan, masyarakat suku Sawang dilarang untuk mengarungi lautan hingga tiga hari ke depan.
Keistimewaan
Buang Jong dimulai dengan menggelar Berasik, yakni prosesi menghubungi atau mengundang mahkluk halus melalui pembacaan doa, yang dipimpin oleh pemuka adat suku Sawang. Pada saat prosesi Berasik berlangsung, akan tampak gejala perubahan alam, seperti angin yang bertiup kencang ataupun gelombang laut yang tiba-tiba begitu deras.
Usai ritual Berasik, upacara Buang Jong dilanjutkan dengan Tarian Ancak yang dilakukan di hutan. Pada tarian ini, seorang pemuda akan menggoyang-goyangkan replika kerangka rumah yang telah dihiasi dengan daun kelapa, ke empat arah mata angin. Tarian yang diiringi dengan suara gendang berpadu gong ini, dimaksudkan untuk mengundang para roh halus, terutama roh para penguasa lautan, untuk ikut bergabung dalam ritual Buang Jong. Tarian Ancak berakhir ketika si penari kesurupan dan memanjat tiang tinggi yang disebut jitun.
Selain Tarian Ancak, Tari Sambang Tali juga dijadikan salah satu rangkaian acara dalam upacaraBuang Jong. Tarian yang dimainkan oleh sekelompok pria ini, diambil dari nama burung yang biasa menunjukkan lokasi tempat banyaknya ikan buruan bagi para nelayan di laut. Ketika nelayan hilang arah, burung ini pula yang menunjukkan jalan pulang menuju daratan.
Upacara Buang Jong kemudian dilanjutkan dengan ritual Numbak Duyung, yakni mengikatkan tali pada sebuah pangkal tombak, seraya dibacakan mantra. Mata tombak yang sudah dimantrai ini sangat tajam, hingga konon dapat digunakan untuk membunuh ikan duyung. Karena itu pula ritual ini disebut dengan Numbak Duyung. Ritual kemudian dilanjutkan dengan memancing ikan di laut. Konon, jika ikan yang didapat banyak, maka orang yang mendapat ikan tersebut tidak diperbolehkan untuk mencuci tangan di laut.
Setelah itu, Buang Jong dilanjutkan dengan acara jual-beli jong. Pada acara ini, orang darat (penduduk sekitar perkampungan suku Sawang) turut dilibatkan. Karena, jual beli di sini tidak dilakukan dengan menggunakan uang, namun lebih kepada pertukaran barang antara orang darat dengan orang laut. Pada acara ini, dapat terlihat bagaimana orang darat dan orang laut saling mendukung dan menjalin kerukunan. Dengan perantara dukun, orang darat meminta agar orang laut mendapat banyak rejeki, sementara orang laut meminta agar tidak dimusuhi saat berada di darat. Acara ini kemudian dilanjutkan dengan Beluncong, yakni menyanyikan lagu-lagu khas suku Sawang dengan bantuan alat musik sederhana. Usai Beluncong, acara disambung dengan Nyalui, yaitu mengenang arwah orang-orang yang sudah meninggal melalui nyanyian.
Lokasi
Upacara Buang Jong biasanya diadakan di kawasan pantaiyang dekat dengan perkampungan suku Sawang. Salah satunya di Tanjung Pendam, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Indonesia.
Akses
Bagi pengunjung yang berasal dari luar Kabupaten Belitung, sangatlah mudah untuk menuju ke Tanjung Pendam, salah satu lokasi diadakannya Upacara Buang Jong. Karena, Bandar Udara H. A. S. Hanandjoeddin berada di Tanjung Pandan. Dari bandara, pengunjung dapat menyewa motor ataupun mobil yang banyak ditawarkan di sekitar bandara.
Harga Tiket
Pengunjung yang ingin melihat langsung upacara Buang Jong, tidak dikenakan biaya apapun.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Pengunjung yang ingin melihat keseluruhan rangkaian Upacara Buang Jong tidak perlu khawatir untuk mencari penginapan. Di sekitar Kecamatan Tanjung Pandan telah berdiri beberapa hotel.Selain itu, pengunjung juga akan dengan mudah menemui beberapa bank pemerintah dan mesinATM, jika kehabisan uang selama di Tanjung Pandan. Untuk kemudahan komunikasi, beberapaoperator selular nasional telah membuka jaringan di sana.
Catatan : Tradisi ini juga dilakukan di wilayah Kabupaten Bangka Selatan, oleh nelayan asal belitung (suku sawang) yang menetap di pesisir Pulau Bangka bagian selatan
pantai batu beriga |
Pantai ini memiliki keindahan pantai yang masih asri dan alami, belum ada bangunan permanen yang menghiasi kawasan pantai ini termasuk hotel dan penginapan. Kawasan pesisir pantai Tanjung Berikat ini mempunyai pasir pantai yang putih dan bersih dengan airnya yang jernih.Air laut dikawasan ini cukup dalam dibagian pesisirnya. Dengan dipenuhi oleh bebatuan yang indah dan menawan, sehingga dikawasan pantai tersebut sangat cocok untuk menyalurkan hobi memancing kita.
Gendang panjang, gendang Tempilang
Gendang disambit, kulet belulang
Tari kamei, tari Serimbang,
Tari kek nyambut, tamu yang datang
Lagu Timang Burong (Menimang Burung) pengiring tari serimbang itu dilantunkan secara lembut. Lagu itu, diiringi suara gendang dari enam penabuh serta alunan dawai (alat musik), untuk mengiringi gerak lima penari remaja yang menyambut tamu. Dengan baju dan selendang merah, kelima penari menyita perhatian ribuan pengunjung yang memadati Pantai Pasir Kuning, Tempilang, Bangka Barat, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tarian yang menggambarkan kegembiraan sekumpulan burung siang menyambut kehadiran seekor burung malam itu merupakan pembukaan dari rangkaian tradisi perang ketupat, khas Kecamatan Tempilang di Bangka Belitung. Tradisi tersebut menggambarkan perang terhadap makhluk-makhluk halus yang jahat, yang sering mengganggu kehidupan masyarakat.
Tradisi itu sebenarnya sudah dimulai pada malam sebelum perang ketupat dimulai. Pada malam hari sebelumnya, tiga dukun Kecamatan Tempilang, yaitu dukun darat, dukun laut, dan dukun yang paling senior, memulai upacara Penimbongan.
Upacara dimaksudkan untuk memberi makan makhluk halus yang dipercaya bertempat tinggal di darat. Sesaji untuk makanan makhluk halus itu diletakkan di atas penimbong atau rumah-rumahan dari kayu menangor.
Secara bergantian, ketiga dukun itu memanggil roh-roh di Gunung Panden, yaitu Akek Sekerincing, Besi Akek Simpai, Akek Bejanggut Kawat, Datuk Segenter Alam, Putri Urai Emas, Putri Lepek Panden, serta makhluk halus yang bermukim di Gunung Mares, yaitu Sumedang Jati Suara dan Akek Kebudin.
Menurut para dukun, makhluk-makhluk halus itu bertabiat baik dan menjadi penjaga Desa Tempilang dari serangan roh-roh jahat. Karena itu, mereka harus diberi makan agar tetap bersikap baik terhadap warga desa.
Pada upacara Penimbongan itu digelar tari campak, tari serimbang, tari kedidi, dan tari seramo. Tari campak dilakukan dalam beberapa tahap dengan iringan pantun yang dinyanyikan secara bersahut-sahutan. Tari ini juga biasa digelar dalam pesta pernikahan atau pesta rakyat lainnya.
Tari kedidi lebih mirip dengan peragaan jurus-jurus silat yang diilhami gerakan lincah burung kedidi, sedangkan tari seramo merupakan tari penutup yang menggambarkan pertempuran habis-habisan antara kebenaran melawan kejahatan.
Seusai upacara Penimbongan, para dukun itu kembali mengadakan upacara Ngancak, yakni pada tengah malamnya. Upacara Ngancak dimaksudkan memberi makan kepada makhluk halus penunggu laut.
Diterangi empat batang lilin, dukun laut membuka acara itu dengan membaca mantra-mantra pemanggil makhluk halus penunggu laut, di antara bebatuan tepi Pantai Pasir Kuning, Tempilang. Nama-nama makhluk halus itu diyakini tidak boleh diberitahukan kepada masyarakat agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Seperti pada upacara Penimbongan, upacara Ngancak juga dilengkapi sesaji bagi makhluk halus penunggu laut. Sesaji itu dipercaya merupakan makanan kesukaan siluman buaya, yaitu buk pulot atau nasi ketan, telur rebus, dan pisang rejang.
Perang ketupat
Pagi harinya, seusai tari serimbang digelar, dukun darat dan dukun laut bersatu merapal mantra di depan wadah yang berisi 40 ketupat. Mereka juga berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar perayaan tersebut dilindungi, jauh dari bencana.
Di tengah membaca mantra, dukun darat tiba-tiba tak sadarkan diri (trance) dan terjatuh. Dukun laut menolongnya dengan membaca beberapa mantra, dan akhirnya dukun darat pun sadar dalam hitungan detik.
Menurut beberapa orang tua di tempat tersebut, ketika itu dukun darat sedang berhubungan dengan arwah para leluhur. Kenyataannya, setelah siuman, dukun darat menyampaikan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan (pantangan) warga selama tiga hari, antara lain melaut, bertengkar, menjuntai kaki dari sampan ke laut, menjemur pakaian di pagar, dan mencuci kelambu serta cincin di sungai atau laut.
Setelah semua ritual doa selesai, kedua dukun itu langsung menata ketupat di atas sehelai tikar pandan. Sepuluh ketupat menghadap ke sisi darat dan sepuluh lainnya ke sisi laut. Kemudian, 20 pemuda yang menjadi peserta perang ketupat juga berhadapan dalam dua kelompok, menghadap ke laut dan ke darat.
Dukun darat memberi contoh dengan melemparkan ketupat ke punggung dukun laut dan kemudian dibalas, tetapi ketupat tidak boleh dilemparkan ke arah kepala. Kemudian, dengan aba-aba peluit dari dukun laut, perang ketupat pun dimulai.
Ke-20 pemuda langsung menghambur ke tengah dan saling melemparkan ketupat ke arah lawan mereka. Semua bersemangat melemparkan ketupat sekeras-kerasnya dan berebut ketupat yang jatuh. Keadaan kacau sampai dukun laut meniup peluitnya tanda usai perang dan mereka pun berjabat tangan.
Selanjutnya, perang babak kedua dimulai. Prosesnya sama dengan yang pertama, tetapi pesertanya diganti. Perang kali ini pun tidak kalah serunya karena semua peserta melempar ketupat dengan penuh emosi.
Rangkaian upacara itu ditutup dengan upacara Nganyot Perae atau menghanyutkan perahu mainan dari kayu ke laut. Upacara itu dimaksudkan mengantar para makhluk halus pulang agar tidak mengganggu masyarakat Tempilang.
Pergeseran budaya
Kentalnya pengaruh dukun dan dominannya aspek animisme (kepercayaan terhadap roh dan mahluk halus) dalam tradisi perang ketupat terjadi karena budaya ini merupakan warisan masyarakat asli Pulau Bangka yang belum beragama, atau sering disebut sebagai orang Lom. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan dimulainya tradisi ini. Namun, berdasarkan cerita rakyat, ketika Gunung Krakatu meletus pada tahun 1883, tradisi ini sudah ada.
Seiring dengan masuknya pengaruh Islam ke Bangka, tradisi tersebut pun mengalami beberapa perubahan cara dan pergeseran substansi. Meskipun tetap turut menonton perang ketupat, sebagian besar warga yang beragama Islam telah mengubah beberapa ritual menjadi bernuansa islami.
Perayaan yang dulunya difokuskan bagi roh-roh halus, kini sebagian ditujukan untuk mengenang arwah leluhur. Demikian pula dengan sesaji, diubah menjadi kenduri untuk dimakan bersama.
Tradisi Perang Ketupat di Tempilang, Bangka Belitung
Posted by Bangka Belitung Negeri Serumpun Sebalai on Sunday 20 May 2012
Dari berbagai macam etnis masyarakat di Bangka Belitung. Salah satu etnis yang banyak terdapat di Babel adalah etnis Tionghoa. Karena itu sedikit banyak telah terjadi pembauran antara bahasa Bangka dengan bahasa Tionghoa, yang dalam bahasa Bangka disebut dengan orang China orang Cen atau orang Cin.
Menurut catatan Belanda, perpindahan orang China ini berlangsung sejak awal abad ke-18 atau sekitar tahun 1710 Masehi. Komunitas Tionghoa terbesar di Babel berasal dari suku Ke Jia (sering disebut orang Khe) dari propinsi Guang Dong, Tiongkok. Mereka berangkat dari kampung-kampung di distrik tertentu seperti, Sin Neng, San Wui, Hoi P’eng, dll.
Menariknya, perpindahan mereka dari Tionghoa ke Bangka, melakukan migrasi sistem bedol desa. Sebagian besar berasal dari satu kampung halaman. Tak ubahnya para urban di Jakarta , saat mereka pulang kampung ke Tiongkok sendirian, pulang ke Bangka mereka mengajak kawan dan sanak saudaranya ikut serta. Dan itu berlangsung terus hingga abad ke-20.
Arus pertama migrasi bedol desa tersebut, tidak disertai kaum wanita, sehingga terjadilah perkawinan campuran antara buruh migran dengan wanita setempat (melayu) ataupun perempuan Jawa dan Bali.
Apa tujuan orang China ke Bangka ?
Bagian terbesar dari migran tersebut adalah untuk tambang timah. Seiring perjalanan waktu, di Pulau Bangka yang berada di bawah Kesultanan Palembang ditemukan timah, dan tenaga kerja yang dianggap berpengalaman adalah orang Tionghoa suku Kejia yang memang terkenal memiliki keahlian di bidang pertambangan.
Sultan Palembang meniru pengalaman Sultan Perak dan Sultan Johor yang mempekerjakan pekerja tambang Tionghoa untuk mengolah cadangan timah. Salah satu perintis yang diberi kepercayaan adalah Lim Tau Kian, seorang Tionghoa Muslim asal Guang Zhou (Canton), seorang sahabat Sultan Johor.
Lim Tau Kian yang memiliki nama Melayu Ce Wan Abdulhayat bermukim di Kota Mentok. Dia memiliki anak cucu yang memakai gelar dari Kesultanan Johor, yakni Abang untuk lelaki dan Yang untuk perempuan (Sumber: Bangka Tin and Mentok Pepper karya Mary F Somers Heidhues).
Buyung Benjamin seorang sesepuh Tionghoa Bangka, menceritakan bahwa warga Tionghoa sudah ada di pulau Bangka sebelum kedatangan Ekspedisi Zheng He (Cheng Ho dalam dialek Fujian-Red) tahun 1405 Masehi. “Saya sendiri sudah keturunan ke sepuluh di Pulau Bangka. Hingga kini kami masih mendengar cerita tentang keahlian leluhur kami dalam menambang timah,” kata Buyung.
Menurut Buyung, masyarakat Tionghoa-lah yang memperkenalkan teknik bertambang yang hingga kini masih dikenal. Kosa kata “Ciam” (Jian dalam Mandarin-Red) atau pengebor, “Sakan” alias pengayak pasir timah, hingga “Kolong” yakni lubang tambang besar dari Dialek Ke Jia adalah sebagian kecil dari bukti peninggalan tradisi Tionghoa yang masih bertahan hingga kini.
Sebelum Belanda bercokol di Bangka-Belitung, kongsi-kongsi China terlebih dulu mengupayakan penambangan timah dengan izin dari Sultan Palembang. Seizin penguasa Kesultanan Palembang dan Kerajaan-kerajaan Melayu seperti Lingga dan Johor yang silih berganti menanamkan pengaruh di Bangka-Belitung, masyarakat Tionghoa pun membangun permukiman di sana. Permukiman mula-mula berada di sekitar Panji dekat Teluk Klabat.
Selanjutnya, seiring penemuan tambang baru, permukiman berkembang di Toboali, Koba, Sungai Liat, Jebus, Merawang, Baturusa, dan Koba di selatan Pulau Bangka terciptalah pola permukiman yang unik, masyarakat Bangka-Melayu tinggal di dekat sungai karena mereka berkebun. Sedangkan perkampungan Tionghoa selalu berada di sekitar lubang tambang timah sesuai jalur timah (tin trap) di sepanjang Pulau Bangka dan Belitung. Pola permukiman tersebut tetap bertahan hingga hari ini atau lebih dari tiga abad!
“Perkampungan Tionghoa selalu berada di sekitar jebakan timah atau bekas tambang. Sedangkan perkampungan Melayu di sekitar sungai tempat mereka berkebun dan mencari nafkah dari berladang,” kata Buyung Benjamin.
Sedangkan salah satu Ketua Badan Warisan Bangka (Bangka Heritage Society) Hongky Lay Listiyadhi menjelaskan, Para petinggi Tionghoa yang semula di sebut Tiko (Da Ge dalam bahasa Mandarin) yang artinya “Kakak” menjadi pemimpin komunitas mereka. Selanjutnya pada zaman kolonial Belanda, para ketua Tionghoa tersebut diberi pangkat titular sebagai Letnan dan Kapten China (Lieutenant dan Kapitein de Chinezen).
Mary F Somers Heidhues mencatat, migrasi orang Tionghoa sempat terhenti pada akhir abad ke-18 akibat gangguan bajak laut dan gangguan penyakit beri-beri. Demikian pula pada suatu masa di abad ke-19 gangguan wabah penyakit sempat menghambat laju migrasi dari Tiongkok ke Bangka.
Umumnya para perantau tersebut datang akibat informasi getok tular dari teman sekampung yang sudah terlebih dahulu merantau ke Bangka. Tetapi, untuk berangkat, biasanya mereka harus melalui agen tenaga kerja seperti PJTKI di Indonesia. Agen tersebut ada yang berpusat di Singapura, Tiongkok ataupun Bangka.
Perlahan tapi pasti, jumlah migran tersebut terus bertambah hingga akhirnya kaum wanita turut pula berdatangan ke Bangka. Mereka pun beranak-pinak di Bangka-Belitung hingga kini.
Nyaris serupa dengan nasib TKI yang disiksa di negeri jiran, demikian pula para perantau yang menjadi kuli tambang Timah Tionghoa. Mereka kerap diperlakukan tidak manusiawi, dijebak dengan utang dari mandor, disediakan fasilitas judi dan permadatan sehingga semakin terjebak lilitan utang serta pelbagai kekerasan lain.
Alhasil, aksi perlawanan dan terkadang berujung pada pemberontakan sering terjadi. Salah satu tokoh Melayu Depati Amir yang menentang Belanda, menurut banyak sumber juga dibantu oleh para tokoh-tokoh Tionghoa setempat. Demikian pula pada akhir abad ke-19, terjadi pemberontakan Liu Ngie melawan kekuasaan Belanda yang dimotori Tionghoa Bangka.
Bahkan, pada masa kemerdekaan pun, seorang tokoh Tionghoa yakni Tony Wen menembus blokade Belanda untuk menyelundupkan opium ke Singapura dan dari sana menyelundupkan senjata untuk membantu perjuangan Republik Indonesia. Dia sempat memimpin sejumlah laskar relawan internasional untuk melawan Belanda dalam perang kemerdekaan di Jawa.
Kini nama Tony Wen diabadikan sebagai nama jalan di Kota Pangkal Pinang. Penghargaan tersebut diberikan menyusul dinamakannya Bandara Pangkal Pinang dengan nama Depati Amir.
Waktu berlalu,Di Bangka pun kini terdapat museum Budaya Tionghoa khususnya suku Hakka. Ribuan klenteng besar dan kecil, rumah antik berusia ratusan tahun, dan pola hidup tradisional merupakan warisan budaya yang unik dan tiada duanya.
Hongky sebagai buyut dari Kapitein Tionghoa Lay Nam Chen menghuni rumah berusia 150 tahun lebih di pusat Kota Pangkal Pinang. Bangunan kayu antik peninggalan para leluhur migran dari Tiongkok masih dapat dilihat di sana-sini. Rumah induk, halaman tengah dan bagian belakang yang luas merupakan pakem dari bangunan masa itu.
Salah satu tempat yang masih utuh menggambarkan kehidupan seabad silam adalah Kampung Gedong sekitar 90 kilometer sebelah utara Kota Pangkal Pinang atau hanya sekitar setengah jam perjalanan dari Kota Sungai Liat. Perkampungan tersebut adalah komunitas Tionghoa keturunan enam bos timah yang dahulu menguasai kawasan Parit 6 atau Liuk Phun Thew dalam dialek Hakka.
Deretan rumah kayu antik, ornamen Tionghoa, kaligrafi Han Zi, tempat pemujaan di depan rumah, dan klenteng pelindung desa merupakan pemandangan eksotis berpadu dengan alam tropis Pulau Bangka. Pemandangan tersebut mengingatkan kita pada film-film tahun 1940-an. Seperti bagian kota tua di Penang, Malaka, dan China Town, Singapura, demikianlah suasana Kampung Gedong.
Suasana di permukiman yang hanya dihuni sekitar 50 keluarga itu sangat sepi dan tenang. A Kiong, warga setempat mengatakan, warga di situ selalu berkumpul di sore hari.
“Setiap hari besar seperti Imlek, Peh Cun, Qing Ming pasti digunakan untuk berkumpul warga,” kata A Kiong yang sehari-hari membuat kerupuk ikan.
Dalam sejumlah perayaan, sering kali diarak lakon Sun Go Kong (Sun Wu Gong) yang menjadi Dewa Pelindung Kampung Gedong. Menurut Hongky, sejak tahun 2000, Kampung Gedong ditetapkan sebagai desa wisata.
Namun, perlahan tapi pasti, generasi muda Kampung Gedong yang berpendidikan baik mulai meninggalkan kampung halaman mereka. Yang unik adalah, kaum muda yang tersisa kembali bekerja di tambang timah tradisional (kerap disebut Tambang Inkonvensional atau TI) mengikut jejak langkah nenek moyang mereka dengan teknik yang kurang lebih sama.
Sedangkan berkebun lada sudah tidak lagi dilakukan karena harga lada yang telanjur hancur.Tampaknya sejarah Tionghoa dan timah di Bangka sedang terulang kembali .